Pose

Pose
Garut, 1 Muharram 1432 H

Sunday, March 13, 2011

Memelihara Sikap Muraqabah

Allah SWT berfirman (yang artinya): Dia selalu bersama kalian di mana pun kalian berada(QS al-Hadid: 4); Sesungguhnya tidak ada sesuatupun yang tersembunyi di mata Allah, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi (QS Ali Imran: 6); Allah mengetahui mata yang berkhianat [yang mencuri pandang terhadap apa saja yang diharamkan] dan apa saja yang tersembunyi di dalam dada (QS Ghafir: 19).
Sebagian ulama mengisyaratkan, ayat-ayat ini merupakan tadzkirah (peringatan) bahwa: Allah Maha Tahu atas dosa-dosa kecil, apalagi dosa-dosa besar; Allah Mahatahu atas apa saja yang tersembunyi di dalam dada-dada manusia, apalagi yang tampak secara kasat mata.

Di sinilah pentingnya muraqabah. Muraqabah (selalu merasa ada dalam pengawasan Allah SWT) adalah salah satu maqam dari sikap ihsan, sebagaimana yang pernah diisyaratkan oleh Malaikat Jibril as. dalam hadits Rasulullah SAW, saat kepada beliau ditanyakan: apa itu ihsan? Saat itu Malaikat Jibril as sendiri yang menjawab, “Engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat Dia. Jika engkau tidak melihat Allah maka sesungguhnya Dia melihat engkau.” (HR Muslim).
Demikian pula sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits penuturan Ubadah bin ash-Shamit, bahwa Baginda Rasulullah SAW pernah bersabda, “Iman seseorang yang paling utama adalah dia menyadari bahwa Allah senantiasa ada bersama dirinya di manapun.” (HR al-Baihaqi, Syu’ab aI-Iman, I/470).
Dalam hadits lain Baginda Rasulullah bersabda, “Bertakwalah engkau dalam segala keadaanmu!” (HR at-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi).
Dalam Tuhfah al-Awadzi bi Syarh Jâmi’ at-Tirmidzi, disebutkan bahwa frase haytsumma kunta(dalam keadaan bagaimanapun) maksudnya dalam keadaan lapang/sempit, senang/susah, ataupun riang-gembira/saat tertimpa bencana (Al-Mubarakfuri, VI/104). Haytsumma kuntajuga bermakna: di manapun berada, baik saat manusia melihat Anda ataupun saat mereka tak melihat Anda (Muhammad bin ‘Alan ash-Shiddiqi, Dalil al-Falihin, I/164).
Terkait dengan sikap muraqabah atau ihsan ini, ada riwayat bahwa Umar bin al-Khaththab pernah menguji seorang anak gembala. Saat itu Umar membujuk sang gembala agar menjual domba barang seekor dari sekian ratus ekor domba yang dia gembalakan, tanpa harus melaporkannya ke majikan sang gembala. Toh sang majikan tak akan mengetahui karena banyaknya domba yang digembalakan. Namun, apa jawaban sang gembala. “Kalau begitu, di mana Allah? Majikanku mungkin memang tak tahu. Namun, tentu Allah Maha Tahu dan Maha Melihat,” tegas sang gembala.
****
Jujur harus kita akui, sikap muraqabah (selalu merasa dalam pengawasan Allah SWT), sebagaimana yang ditunjukkan oleh sang gembala dalam kisah di atas, makin jauh dari kehidupan banyak individu Muslim saat ini. Banyak Muslim yang berperilaku seolah-olah Allah SWT tak pernah melihat dia. Tak ada lagi rasa takut saat bermaksiat. Tak ada lagi rasa khawatir saat melakukan dosa. Tak ada lagi rasa malu saat berbuat salah. Tak ada lagi rasa sungkan saat berbuat keharaman. Setiap dosa, kemaksiatan keharaman dan kesalahan ‘mengalir’ begitu saja dilakukan seolah tanpa beban. Banyak Muslim saat ini yang tak lagi merasa risih saat korupsi, tak lagi ragu saat menipu, tak lagi merasa berat saat mengumbar aurat, tak lagi merasa berdosa saat berzina, tak lagi merasa malu saat selingkuh, dll. Semua itu terjadi akibat mereka gagal ‘menghadirkan’ Allah SWT di sisinya dan melupakan pengawasan-Nya atas setiap gerak-gerik dirinya. Mengapa gagal? Karena banyak individu Muslim yang awas mata lahiriahnya, tetapi buta mata batiniahnya. Mereka hanya mampu melihat hal-hal yang kasat mata, tetapi gagal ‘melihat’ hal-hal yang gaib: pengawasan Allah SWT; Hari Perhitungan, surga dan neraka, pahala dan siksa, dst. Yang bisa mereka lihat hanyalah kenikmatan dunia yang sedikit dan kesenangan sesaat. Tentu, kondisi ini harus diubah, agar seorang Muslim kembali memiliki sikap muraqabah.
****
Adanya sikap muraqabah pada diri seorang Muslim paling tidak dicirikan oleh dua hal. Pertama: selalu berupaya menghisab diri, sebelum dirinya kelak dihisab oleh Allah SWT.Kedua: sungguh-sungguh beramal shalih sebagai bekal untuk kehidupan sesudah mati. Dua hal inilah yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Orang cerdas adalah orang yang selalu menghisab dirinya dan beramal shalih untuk bekal kehidupan setelah mati. Orang lemah adalah orang yang selalu memperturutkan hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah SWT.” (HR at-Tirmidzi, Ahmad, Ibn Majah dan al-Hakim).
Ketiga: meninggalkan hal-hal yang sia-sia, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Di antara kebaikan keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tak berguna.” (HR at-Tirmidzi). Jika yang tak berguna saja-meski halal-ia tinggalkan, apalagi yang haram.
Itulah di antara wujud sikap muraqabah. Semoga kita adalah pelakunya. [] abi

Lebih Lengkapnya...

Saturday, January 8, 2011

Cikurai, Sebuah Catatan Perjalanan

Cikurai, Sebuah Catatan Perjalanan

Dan Dialah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung dan sungai-sungai padanya dan menjadikan padanya semua buah-buahan berpasang-pasangan, Allah menutupkan malam kepada siang.Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan. (QS. Ar- Ra'd:3)


 

Team Pendakian Cikurai 1432 H

Bhaskara Affarras

Zaenal Arifin

Ny. Zaenal Arifin

Fajar Mario

Zie van Maung


 

Keberangkatan

Trayek

Armada

Tarif per orang(update 4/12/2010)

Cikarang -Cileunyi

Primajasa Cikarang-Tasik

Rp 18.000

Cileunyi-Term. Guntur

Primajasa AC Jakarta-Garut

Rp 12.000

Term. Guntur-PTPN(Dayeuh Manggung)

Kurnia Bakti Jakarta-Garut-Singaparna

Rp 5.000

Pulang

Trayek

Armada

Tarif per orang

Pos Satpam-Gapura PTPN

Motor

Rp 10.000 (kondisi malam,hujan dan tidak ada kendaraan lain)NB:bisa lebih murah neee

Gapura PTPN-Ps Limbangan

Mobil Elf

Rp 5.000

Pasar-Rumah Ozi(ds.Cibiuk)

Mobil charteran

Rp 80.000 (satu mobil)

Rm Ozi-Ps Limbangan

Mobil Elf

Rp 2.000

Ps Limbangan-Cikarang

Doa Ibu Tasik-Cikarang

Rp 25.000

   

Tabel Pengeluaran Ongkos selama Perjalanan Pulang-Pergi

Assalamualaikum wr wb…..

Sobat Blogger, kali ini perkenankan ane berbagi kisah dan cerita tentang perjalanan ane yang luar biasa melelahkan namun berkesan selama liburan Tahun Baru Hijriyah 1432 H tempo hari.

Tujuan perjalanan kali ini adalah menuju kota Garut, dan lebih tepatnya lagi adalah dalam rangka mendaki gunung Cikurai (2.818 Mdpl). Sekedar informasi, gunung Cikurai merupakan gunung tertinggi nomor satu di Garut, tertinggi nomor 4 di Jawa Barat setelah Gunung Ciremai, Gunung Gede Pangrango,dan Gunung Salak. Untuk menuju gunung Cikurai, kendaraannya cukup mudah dan berlimpah. Kalo dari term. Kp Rambutan, cari aja bis Karunia Bakti "Jakarta-Garut", yang ciri khas bisnya berwarna hijau. Berhubung ane dan kawan-kawan berangkat dari Cikarang, maka kami "seharusnya" menumpang bis Karunia Bakti "Cikarang-Garut". Tapi berhubung waktu keberangkatan kami saat itu lewat dari jam operasional bis Karunia Bakti Cikarang-Garut, maka sampai dengan ba'da Isya, kami putuskan untuk menumpang bis Primajasa trayek Cikarang-Tasikmalaya, turun di Cileunyi (Tarif dapat dilihat di Tabel Pengeluaran Ongkos selama Perjalanan Pulang-Pergi )

Dari Gerbang tol Cileunyi (Padaleunyi), sekira pukul 22.30 WIB, kami lanjut mencari bis ke arah Garut, dilalah datanglah bis Primajasa AC Jakarta-Garut, tanpa pikir panjang, kita langsung nyetop bis tersebut.

Kurang lebih 1,5 jam perjalanan (sekira pukul 00.00 WIB), sampailah kita di terminal Guntur Garut. Sesampainya di terminal, ane segera mencari mushola untuk menjalankan ibadah shalat Isya, dan tak lupa untuk nyari makanan untuk mengisi perut yang sudah amat keroncongan ini.

Di terminal Guntur, ada seorang kawan yang memang sudah dihubungi sebelumnya untuk dapat berpartisipasi dalam pendakian kali ini. Dia seorang mahasiswa part time (lhaaa…aneh yaa, hihihi, yah gitu keterangan yg saya dapat) anyway, sebut saja bro Ozi yang merupakan putra daerah (begitu yang sering terlontar dari doi…hehehe) Garut. Dari Ozi, kita diinfokan untuk menumpang bis Karunia Bakti trayek Jakarta-Garut-Singaparna. Sekira pukul 02.00 WIB, kita diturunkan di persimpangan menuju PT. Perkebunan Nusantara VIII Kebun Dayeuh Manggung, di pertengahan jalan raya Patrol menuju Singaparna.

Naah, sebenarnya dari sini ada pangkalan ojeknya, berhubung masih dalam kondisi pagi buta, mungkin tukang ojeknya belum bangun…hehehehe. Kalo pun ada, pastinya gag akan naik ojek, lha wong Rp 30,000 pas seorang satu motornya untuk sampai pos pemancar/relay stasiun televisi(POS 1) atau Rp 5000 – Rp 10,000 sampai pos security perkebunan, tempat awal registrasi.

So..disepakati untuk lenggang kangkung alias jalan kaki menuju pos perkebunan. Perjalanan ini hanya butuh sekira 45 menit. Setelah berjalan kurang lebih 45 menit, sampailah kita di pos security perkebunan. Dan otomatis, sepi bangeud, karena memang jam-jamnya orang pada tidur (security juga orang brooo, makanya tidur juga dieee…). Kita menunggu datangnya Shubuh, sekalian daftar untuk perijinan pendakian.

Shubuh tiba, kami datang ke pos menemui bapak security bernama pak Anas dan pak Ma'ruf yang sudah terjaga dari tidur lelapnya. Bla..bla..bla…..ijin , naruh KTP saya, en bayar Rp 2,000 untuk iuran masuk perkebunan teh.

Sesuai kondisi fisik tim yang full ngantuk, kita numpang mushola kantor perkebunan untuk "bongkar" muatan, plus shalat Shubuh. Sembari menunggu matahari nongol, kita tidur-tiduran dulu di Mushola itu. Setelah matahari merangkak keluar dari peraduannya, satu persatu dari tim bergantian ke kamar mandi yang ada di kantor perkebunan, untuk "melampiaskan" hajatun udhowiyyah masing-masing. (hajatun udhowiyyah = kebutuhan jasmani yang mendesak, pen.)

Setelah sarapan, dan packing, sekira pukul 07.00 WIB, tim bersiap-siap melanjutkan kembali perjalanan. Dengan mengharap ridlo dari Allah SWT, kami pun berdoa dan start melangkahkan kaki menuju POS 1 yang merupakan stasiun relay dari beberapa stasiun televisi kenamaan di tanah air (TVRI, SCTV, Indosiar, TPI, Metro TV,dan ANtv).

Sepanjang perjalanan, kami mendapati hamparan perkebunan teh yang kalau kamu-kamu yang pernah melintas di jalur Puncak Pass, Bogor, pasti sudah dapat merasakan apa yang kami rasakan saat itu, dan rasa itu adalah Subhanallah takjub akan kuasa Allah Sang Maha Pencipta Segala Sesuatu yang Indah.

Waktu tempuh normal dari pos perkebunan hingga stasiun relay (Pos 1) adalah 2-3 jam berjalan kaki. Dan kami tiba sekira pukul 10.00 WIB di stasiun relay tersebut. Dari stasiun relay menuju Puncak Cikurai, menurut referensi rata-rata pendakian normal (bukan trekking, apalagi ngesot…hehehe) membutuhkan waktu tempuh 6 – 8 jam. Dan sebagai informasi juga, kami melengkapi perbekalan berupa air di pos ini, karena untuk pos-pos berikutnya jangan berharap akan berjumpa dengan air mata, eh mata air.. so, kudu disiapin botol kosong atau jerycan kosong yang akan dipakai untuk menampung air, dengan perhitungan pemakaian untuk naik dan turunnya nanti.

Kami beristirahat sekira satu jam, dan di pos ini pula kami bertemu dengan kelompok pendaki lain yang juga berasal dari Cikarang, mereka berjumlah 4 orang. Karena cuaca sudah terlihat agak mendung, maka setelah packing dan berdoa bersama, kami lanjutkan lagi perjalanan dengan jalur membelah perkebunan teh. Dan jalur perkebunan teh ini merupakan kawasan perkebunan terakhir yang kami temui. Lepas dari perkebunan teh, kami mulai menapaki jalan terjal menuju kawasan hutan. Di samping kiri kami sangat jelas nampak jurang yang cukup curam. Sampai sekira satu jam perjalanan, kami rehat sejenak untuk menunaikan ibadah shalat Dzuhur. Kondisi cuaca sudah mulai berkabut, ditambah udara yang dingin.

Tak lama setelah shalat dan memulai perjalanan kembali, turunlah hujan yang cukup deras. Berhubung dari tim kami ada dua orang yang tidak membawa jas hujan (karena kelupaan), maka diputuskan untuk membuka tenda di tempat yang dirasa cukup untuk mendirikan tenda. Dan ternyata agak sulit untuk mendapatkan lahan yang pas atau datar untuk tenda kami, sehingga terpaksa perjalanan masih berlanjut dalam kondisi hujan-hujanan. Sekira setengah jam bermandikan air hujan, kami berhasil mendapati lahan yang cukup untuk mendirikan tenda, dan tanpa pertimbangan bahwa perjalanan mungkin tinggal beberapa jam lagi, akhirnya kami bermalam di tempat tersebut.

Sekira dini hari pukul 02.00 WIB, kami disapa oleh 3 orang pendaki yang melintas di depan tenda kami, kami hanya mengucap "assalamualaikum!" dan melanjutkan tidur kembali. Setelah puas terlelap tidur tanpa mimpi sama sekali, kamipun terbangun pada waktu Shubuh, dan bersegera melaksanakan shalat Shubuh. Usai Shalat Shubuh, salah satu di antara kami, bro Zie van Maung, alias Ozi, menyiapkan kompor plus bahan-bahan makanan yang masih tersisa untuk dihidangkan sebagai sarapan pagi. Meski malas-malas sarapan, tapi mengingat perjalanan masih panjang, maka ane hajar aja apa yang udah dimasak oleh bro Ozi. Mubadzir kalo ga dimakan apalagi kalo ga dihabisin.

Sarapan beres, maka agenda berikutnya adalah trekking menuju puncak Cikurai. Tanpa membawa carrier, dan hanya membawa satu daypack, serta tas pinggang di masing-masing individu tim. Kamipun segera mempersiapkan diri dan berdoa bersama untuk kelancaran perjalanan berikutnya.

Dari tempat kami berkemah menuju puncak, bila dihitung dengan waktu tempuh normal, akan memakan waktu perjalanan kurang lebih 3-4 jam. Berhubung kita melangkah tanpa membawa carrier, maka Alhamdulillah, dengan izin Allah SWT, akhirnya tim sampai di puncak Cikurai, 2.818 mdpl, pada pukul 10.00 WIB. Sesampainya di puncak tertinggi Gunung Cikurai, ane bersujud syukur dan kemudian mengambil dokumentasi sebanyak-banyaknya untuk "oleh-oleh" bagi kawan-kawan yang tidak dapat kesempatan menikmati indahnya Puncak Cikurai ini.

Sekitar satu jam lebih sedikit berada di Puncak, maka kami pun memutuskan untuk turun kembali. Sedikit catatan bagi kami adalah, kekecewaan kami pada para pengunjung atau pendaki yang entah lupa atau sengaja meninggalkan sampah-sampah makanannya di sepanjang area pendakian, bahkan tak sengaja kami pun menemukan kotoran manusia yang "terbuang" tidak jauh dari jalur pendakian resmi…..huft….ampyuuun….setidaknya mereka lebih bertanggung jawab demi kelestarian Gunung Cikurai ini, sebab pada siapa lagi harus mengadu, kalau bukan dari kesadaran pribadi masing-masing.

"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." TQS Ar Ruum:41

Setelah kembali ke tenda dan packing, kamipun segera menuruni Cikurai. Kurang lebih pukul 17.30 WIB, kami sudah sampai di pos perkebunan. Bersih-bersih, dan shalat Maghrib, setelah itu mencari kendaraan menuju persimpangan Dayeuh Manggung. Karena tidak dapat menemukan kendaraan sama sekali, maka terpaksa kami menerima tawaran dari pengurus perkebunan yang menawarkan mengantar kami dengan 4 motor, dan "tariff" nya Rp 10.000 per motor itu.

Sampai disini, catatan perjalanan ane belum berakhir, hanya saja sekian untuk momentum Pendakian Gunung Cikurai, dan catatan berikutnya adalah Catatan perjalanan pulangnya kami menuju Cikarang……………..

Alhamdulillah, rasa penasaran akan puncak Cikurai telah terobati, yang namanya mendaki gunung plus berjalan kaki pastilah capek dan lelah, tetapi ada unsur kepuasan batin yang ane dapatkan, pertama, rasa takjub akan keMahaBesar-an Allah SWT yang telah menciptakan gunung Cikurai beserta isinya yang masih dapat kita rasakan dengan berbagai balutan nikmat iman, Islam dan sehat wal 'afiat. Keduanya adalah sebagai momentum menyambut datangnya tahun baru Islam 1 Muharram 1432 H, yang bertepatan dengan tanggal 7 Desember 2010 Masehi. Dan yang terakhir, ane puas dapat bersilah ukhuwah dengan kawan lama, yang notabene tidak sengaja bertemu di Garut…

Jam menunjukkan pukul 21.00 di kawasan pasar Limbangan, Garut. Sedangkan kondisi cuaca juga gerimis, sesekali bertambah deras. Mengingat waktu yang semakin malam, maka keputusan untuk bermalam di kediaman kawan kami, Fauzi, tak terhindarkan.

Dengan mencarter kendaraan pribadi sejenis Suzuki carry, sebesar Rp 80.000, kami menuju kediaman Fauzi, dan bermalam di sana (Ds. Cibiuk).

Selama di rumah kawan kita itu, kami berkesempatan untuk menjemur pakaian-pakaian kami yang basah kuyup setelah diterpa hujan seharian di saat perjalanan turun dari gunung Cikurai. Dan yang membuat ane terkesima adalah saat menyicipi sambal Cibiuk…..weleh-weleh..ajiip…

Puas bercengkerama dengan alam pedesaan di sekitar kediaman Fauzi, kamipun tak bisa berlama-lama, karena libur kerja sudah habis, besoknya pun kami harus kembali menjalankan rutinitas sebagai pekerja di tempat kami masing-masing.

Setelah pamitan, kami diantar sampai pasar Limbangan dan menunggu kedatangan bus antarkota, "Doa Ibu" trayek Tasikmalaya-Cikarang. Tak lupa kami memenuhi carrier kami yang kebetulan sudah mulai ringan dengan oleh-oleh khas Garut….dodol dan kawan-kawannya…..sebagai buah tangan bagi keluarga masing-masing.

Demikian kurang lebih yang dapat ane ceritakan kepada bro en sis sekalian (bagi yang baca aja sih, yang ga baca, ya gapapa sekalian nimbrung).

Mari lestarikan alam dengan cara kita masing-masing, dan cintai alam sebagaimana kita mencintai diri kita serta orang-orang terdekat kita……kalo kata para Pendaki….Salam Lestari….dan begitu mesranya bahasa-bahasa yang terungkap terkait alam, maka itu harus dibuktikan pula dengan sikap kita….Jangan Menodai Alam dengan Sampah!!!!

Wallahu a'lam bi ashshawwab..wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

Sampai berjumpa di Catper berikutnya…….


 


 

Lebih Lengkapnya...

Alamat Anda

IP