Pose

Pose
Garut, 1 Muharram 1432 H

Monday, January 26, 2009

PAPANDAYAN CAMP

JOURNEY TO PAPANDAYAN MOUNTAIN

#Scene 1st

(4/07/2008)

Hari ini, Jum'at, saya ambil cuti satu hari just wanna go to outer place of Cikarang, tiada lain ingin mencari kesegaran alami, juga ingin memaknai perjalanan kali ini sebagai perjalanan yang memiliki arti penting dalam rangka memelihara lingkungan alam yang akan saya datangi. Dengan kata lain, tujuan utama perjalanan saya kali ini sebagai salah satu partisipasi saya dalam memarakkan upaya kawan-kawan dari Ilalang (organisasi/lembaga penyelenggara outbond) untuk konservasi lingkungan alam khususnya alam sekitar Gunung Papandayan di daerah Garut, Jawa Barat.

Awal dari Permulaan

Rencana awal dari penyelenggara adalah mengumpulkan paling tidak hingga 40 orang partisipan untuk dapat bergabung dan meramaikan program konservasi alam yang bertajuk Heal the Earth ini. Namun karena berbagai hal yang berkaitan dengan individu yang awalnya akan berangkat kemudian tidak jadi berangkat, maka panitia dari Ilalang memutuskan untuk tetap memberangkatkan sekitar 24 orang yang sudah datang di basecamp Lemah Abang, Cikarang. Hanya saja pada rencana awal yang akan men – carter kendaraan truk terpaksa dibatalkan mengingat jumlah peserta yang hanya 24 orang.

Pemberangkatan pertama pada hari Jum'at (4/7/08), jumlah peserta adalah 19 orang, sisa yang 4 orang akan menyusul pada hari Sabtunya, mengingat 4 orang tersebut masih harus masuk kerja di perusahaan mereka masing-masing.

Saya sendiri ikut rombongan yang berangkat pada hari Jum'at. Saya berangkat dari rumah saya di Depok pada hari Kamisnya sekalian masuk kerja shift dua, karena saya perhitungkan tidak akan tercapai waktu yang tepat bila pulang kerja ke Depok dulu dan pagi-pagi mesti ke Cikarang lagi. Dengan membawa tas carrier yang sudah saya pack jauh hari sebelum hari H, pagi hari di Jum'at 4 Juli 2008, saya langsung ke basecamp Ilalang tempat kumpul dan briefing sebelum pelepasan keberangkatan.

Pada kesempatan briefing itu saya sempatkan berkenalan dengan beberapa peserta lain yang bergabung dengan kita di Ilalang. Untuk sekedar diketahui, peserta adalah campuran dari sebagian aktivis Hizbut Tahrir Indonesia, Partai Keadilan Sejahtera, Organisasi Pecinta Alam NEPALA ( PT Nesinak Pecinta Alam), dan beberapa dari kalangan umum, pekerja/karyawan perusahaan di kawasan industri Cikarang. Para peserta yang bekerja di beberapa perusahaan tersebut ada yang ambil cuti ada juga yang memang dapat izin khusus dari perusahaannya sebagai sponsor atau pendukung program ini.

Memang, beragamnya latar belakang dari peserta yang mengikuti acara ini benar-benar menambah kualitas dari visi dan misi program konservasi alam tersebut. Mengapa? Karena dengan keberagaman latar belakang dan pemikiran yang dibawa oleh peserta tersebut maka acara ini lebih bermakna silaturahim antar golongan yang notabene beragama Islam untuk bersama-sama mewujudkan satu persamaan yakni upaya mencintai dan melindungi alam sebagai salah satu anugerah terindah yang Diciptakan Allah Rabbul Alamin. Saya bersyukur sebagai Umat Islam yang tercipta di muka bumi ini karena bisa "sedikit" saja berpartisipasi dalam acara ini, sehingga ada torehan sejarah dalam hidup saya dalam melindungi dan men-tafakuri Kebesaran-Nya.

#Scene 2nd

Sekarang saya akan menceritakan rentetan pengalaman saya dimulai dari keberangkatan awal dari menapak kaki di atas bus antarkota jurusan Cikarang – Garut, sebagai berikut:

Mengingat tidak tersedianya kendaraan truk yang sudah saya terangkan alasannya di atas, maka pilihan panitia jatuh pada menumpang bus kota (pastinya menumpang plus bayar ongkos numpangnya donkk..). Untuk ongkosnya, telah dikolektif oleh panitia yang sudah termasuk biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000,- Itu untuk seluruh akomodasi kegiatan sampai dengan kepulangan kita kembali dari Papandayan. Untuk sekedar diketahui, ongkos bus ekonomi Cikarang – Garut adalah sebesar Rp 26.000,- per orang (silakan kalikan sendiri untuk 19 orang jadi berapa tuh?)

Cerita bermula dari sini, ketika rombongan sedang menunggu kedatangan bus ekonomi yang jurusan Garut, seperti biasa hawa "narsisme" (selalu ingin tampil bahwa diri kitalah yang harus selalu lebih diperhatikan,dalam hal ini seperti foto hanya kita sendiri, atau bicara yang bagus-bagus hanya tentang diri kita sendiri) mulai terasa di masing-masing peserta, apalagi yang membawa alat-alat dokumentasi yang cukup mumpuni alias bagus, seperti hape kamera, handycam dan bahkan kamera digital berkekuatan minimal 5 megapixel. Yaap betul take a selfpicture atawa memfoto diri sendiri, baik itu dibantu dengan kawan dari peserta yang lain atau dengan cara memotret diri dengan memegang kameranya sendiri.

Puas memotret, bus yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba di depan mata kita. Satu persatu dari para peserta dikoordinasi oleh panitia untuk naik dan menyimpan bawaan mereka masing-masing dengan sebaik-baiknya. Ladies or akhwat at first dalam hati kecil saya, sehingga saya harus mendahulukan mereka yang berjenis kelamin perempuan untuk naik ke dalam bus terlebih dahulu.

Di dalam bus, saya dapat duduk dekat dengan sopir, yup betul sekali, saya duduk di seat paling depan. Yang lain ada yang di tengah dan ada yang di belakang, karena memang bus saat itu sudah penuh dengan para penumpang yang naik dari terminal Cikarang.

Selama dalam perjalanan saya tak kuasa menahan kantuk, disebabkan semalam saya pulang kerja lembur jam tiga pagi, dan tidur hanya dua jam, bangun Shubuh saja jam 5.30, dan g a bisa tidur lagi karena mesti siap-siap dan sarapan seadanya.

Tetapi tidur saya agak terganggu karena suara hiruk pikuk dan tangisan anak-anak kecil yang ada di dalam bus. Makin lama makin penuh sesak saja ruang gerak dalam bus, saya pun tak bisa menahan rasa iba bila ada ibu-ibu yang menggendong anaknya berdiri di sisi saya, maka tak lama saya relakan seat saya untuk ibu dengan anak yang digendongnya itu.

Waktu normal untuk perjalanan dari Cikarang ke Garut adalah kurang lebih 4 jam via tol Cipularang dan Padaleunyi jalur Purwakarta melalui Nagrek. Tak disangka arus kendaraan ke arah Nagrek makin menumpuk dan merayap, tak pelak macet total di Nagrek harus kita alami. Saat itu jam di hape saya menunjukkan waktu pukul 10.30 wib, rasa gelisah pun muncul karena hari ini adalah hari Jum'at, saat semua umat Islam sudah mulai bersiap-siap menuju masjid Jami' untuk menunaikan shalat Jum'at, rombongan kita justeru sedang di tengah-tengah kemacetan jalur Nagrek. Macet tak kunjung berakhir hingga jam menunjukkan masuknya waktu Jum'atan, dan saya hanya bisa beristighfar karena telah lalai melaksanakan shalat Jum'at tersebut. Tadinya sempat terpikir untuk turun sebentar mengerjakan shalat Jum'at di masjid terdekat dengan jalan, baru saja turun, tak dikira bus langsung jalan, kaget bercampur panik, saya teriaki bus saya tersebut, sang kondektur hanya melambaikan tangannya agar saya mengejar bus.

Saya berlari-lari mengejar bus dan untungnya bus kembali terjebak macet tak jauh dari tempat awal saya tertinggal tadi. Wuih capek dueh…saya kembali naik ke dalam bus dan untung pula ada tukang minuman di atas bus sehingga saya beli saja karena hausnya bukan main setelah berlari mengejar bus.

Kemacetan di Nagrek memang sudah menjadi tradisi bila memasuki weekend atau hari libur nasional dan liburan sekolah. Kemacetan itu bisa sampai tiga jam lamanya, karena jalur ini merupakan jalur utama untuk arus dari arah Bandung ke Jawa Tengah atau sebaliknya, sudah begitu, jalurnyapun bersilangan di tengah-tengah, bila kita dari arah Bandung maka akan menemui persilangan jalur ke kiri bila ingin ke Banjar via Malangbong dan ke kanan adalah tujuan kita, Garut. Jalur tersebut berlaku dua arah sehingga pertemuan antara 4 arah arus yang berlawanan inilah penyebab kemacetan, salah satu harus antri bergantian memberi kesempatan yang lain untuk melintas.

Alhamdulillah macet pun usai dan kita meneruskan perjalanan hingga Garut. Sesampainya di Garut Kota waktu di hape saya menunjukkan jam 13.30 wib. Tak jauh dari tempat kita diturunkan dari bus, terdapat sebuah masjid, sesegera mungkin rombongan termasuk saya bergegas ke masjid untuk menunaikan shalat Dzuhur dan Ashar secara jama' qashar, seusainya saya terus beristighfar atas tidak terlaksananya shalat Jum'at karena alasan yang insyaAllah masih syar'i di HadapanNya, termasuk rukhsah (keringanan) atau tidaknya apabila kita ingin mencari waktu yang lapang di waktu yang sempit (dalam hal ini adalah bila shalat Jum'at saat macet di Nagrek tadi, namun bila kita shalat maka akan tertinggal oleh bus, sedangkan bus tersebut sudah tentu tak mungkin menunggu salah satu penumpangnya untuk sekedar shalat Jum'at saja).

Seusai shalat, saya sempatkan untuk sekedar tidur walau hanya beberapa menit saja sembari menunggu mobil pick up yang telah dicarter oleh panitia menuju kawasan parkiran di gerbang masuk Taman Wisata Alam Papandayan. Untuk sekedar diketahui, kita mencarter mobil pick up milik salah satu penduduk sekitar seharga Rp 125.000,- untuk sekali antar.

#Scene 3rd

Tidur yang cukup berkualitas, kurang lebih hanya 30 menit terlelap, akhirnya saya dibangunkan oleh kawan –kawan, sebab kendaraan yang ditunggu sudah tiba, pertanda perjalanan tahap ketiga menuju kawasan Papandayan segera dimulai…………..

Dalam hati banyak sekali pertanyaan…apakah muat neeh satu pick up ngangkut 19 orang yang bercampur pula antara pria dan wanitanya. Kalau soal muat tidaknya seeh sepertinya tidak menjadi masalah yang utama bagi saya, yang jadi masalah adalah bila dalam kondisi yang serba ngepas apakah bisa gugur ketidakhalalan bagi kita untuk berdesak-desakkan dengan para akhwat (wanita)? sayapun sadari kondisi dana yang terbatas menyebabkan panitia "menghalalkan" cara yang satu tersebut. Mungkin disinilah pertentangan pemikiran kawan-kawan dari PKS yang mungkin sebenarnya lebih mengerti tentang Ijtima'i (batasan hijab antara pria dan wanita), saya sebagai aktivis HTI yang notabene telah paham bahwa hijab(batasan) tidak hanya berlaku dalam masjid saja, namun dalam kondisi umum pun ada hijabnya yang terkondisikan dengan ketentuan dan syarat yang mengkhususkannya, disini sekali lagi saya beristighfar sebanyak-banyaknya atas ketidaksanggupan saya memaknai ke-mubahan dari kasus tersebut. Okelah itu sebagai pengetahuan saja untuk perbaikan koordinasi ke depannya, dan mudah-mudahan tidak mengurangi kualitas tawadhu' saya untuk berpartisipasi dalam Heal Our Forest ini.

Perjalanan dengan pick up ini menempuh waktu kurang lebih satu jam lebih lima belas menit, karena di beberapa jalan menanjak kami terpaksa harus menurunkan diri agar mobil bisa jalan lagi atau sembari kita dorong….wuiiihhh.

The Last but not Least saya dan rombongan sampai juga di pelataran parkir Taman Wisata Alam Papandayan. Barang-barang bawaan para peserta pun dibongkar dari pickup dan saya pun merasa lega, karena terbebas dari rasa kesemutan yang hebat selama naik di ujung paling belakang bagian pick up tersebut.

And then ambil pose alami dahulu untuk dipotret, sebagai kenang-kenangan dan of course untuk upload di blogs atau friendster saya.


 

#Scene 4th

Semua perlengkapan di bongkar disini. Sementara saya beserta beberapa panitia laki-laki mencari tempat atau lahan yang pas untuk mendirikan tenda. Setelah mencari kesana kemari, akhirnya kami temukan tempat yang benar-benar pas untuk pendirian tenda tersebut.

Untuk tempat laki-laki jelas harus dipisah dengan yang perempuan. Alhamdulillah tak jauh dari perkemahan ada sebuah mushalla, sehingga kita tak perlu repot bila ingin mengerjakan shalat.

Waktu di handphone menunjukkan jam 17.15 wib, dan tenda-tenda sudah berdiri dengan kokoh di atas lahan yang sebenarnya cukup keras sebab material di bawahnya banyak terdapat bebatuan.

Logistik yang dibawa oleh masing-masing peserta ada yang disetorkan ke panitia yang perempuan untuk diminta tolongnya dimasak atau disuguhkan bagi yang tidak membawa perlengkapan memasak sendiri, termasuk itu saya yang memang hanya membawa mentahnya saja tanpa membawa perlengkapan untuk mengolahnya.

Seperti biasa, karena ada rukhsah bagi para musafir dari Allah untuk mengumpulkan dua waktu shalat di satu waktu, maka saya diimami oleh panitia yang lebih kompeten dalam hafalan surat-surat Al Qur'an, menjalankan shalat Maghrib dan Isya di waktu Maghrib, Maghrib 3 rakaat dan Isya diqashar menjadi 2 rakaat.

Acara di malamnya adalah pemutaran film dokumenter tentang kebakaran Papandayan setahun lalu yang alami diakibatkan oleh gesekan tanaman-tanaman alang-alang atau rerumputan kering yang bisa menimbulkan panas dan dalam hal ini menyebabkan percikan api yang mampu menghanguskan sebagian hutan di kawasan Papandayan.

Selesai acara para peserta dipersilakan bertanya ataupun berdiskusi dengan tema konservasi, namun tanpaknya hanya sedikit yang memahami apa itu konservasi, sehingga justeru lebih banyak yang bertanya daripada mengungkapkan fakta-fakta terkait.

Saya sendiri hanya terdiam menahan dinginnya suasana malam di Papandayan sehingga tidak banyak komentar apalagi bertanya. Tak lama, mata saya pun turun voltasenya hingga 5 watt, sehingga harus segera dipadamkan alias tidur…..dan ….. memang saya tertidur di dalam tenda berukuran empat orang tapi hanya diisi oleh tiga orang….tidur nyenyak dalam kemulan sleeping bag yang ternyata tidak mempan menahan masuknya hawa dingin ke dalam tenda…………..yaaa…sudahlah…inilah survive in the jungle..so..enjoy it…


 


 


 

#Scene 5th

(05/07/2008)

Hari ini, Sabtu pagi yang dingin dan kering (maklum di musim kemarau, Papandayan memang kerap sangat gersang tetapi suhu dinginnya tetap tak bertambah – bisa turun sampai 3OC), saya terbangun pada pukul 04.45 wib, dan pertanda bahwa harus bersegera shalat Shubuh.

Usai melaksanakan shalat Shubuh, saya kembali ke tenda untuk merapikan sleeping bag dan mengambil perlengkapan mandi. Memang suhu saat itu agak ekstrim bila mandi saat itu juga, tetapi badan saya terasa kurang segar bila tidak tersentuh air, so mandi saja walaupun suhu air seperti suhu air dalam kulkas.

Waktu di hape saya pun telah menunjukkan jam 7 pagi teng, sudah saatnya bersiap-siap packing dan membersihkan daerah sekitar tenda yang apabila ada sampah mesti dibawa atau yang tidak berguna bisa dibakar di tempat yang disediakan panitia, itu adalah sedikit upaya pertama kita dalam upaya menyelamatkan alam lingkungan khususnya di Papandayan agar terbebas dari sampah yang sulit teruraikan atau yang bisa terurai tetapi dalam jangka waktu yang sangat lama.

Setelah semua peserta membenahi masing-masing tenda dan package nya, maka tiba waktu untuk briefing oleh panitia, menerangkan rute perjalanan berikutnya menuju tempat camping atau shelter yang biasa dinamakan Pondok Selada yang berada pada ketinggian 2.500 M DPL, beberapa meter sebelum mencapai Puncak Papandayan.

Sebelum keberangkatan, panitia mempersilakan untuk mengambil gambar bersama-sama sebagai kenang-kenangan bersama seluruh rombongan.


 

#Scene 6th

The journey is beginning………saatnya mengecek kelengkapan carrier dan bergegas untuk bergabung kembali ke rombongan. Perjalanan kali ini akan lebih melelahkan, sebab track yang akan dilalui mulai cadas dan berbatu. Sepanjang perjalanan saya menemui banyak sekali sumber-sumber uap panas yang mengeluarkan gas belerang, dan menurut sejarahnya, beberapa tahun yang lalu sumber-sumber uap panas tersebut terbentuk akibat ledakan hebat Gunung Papandayan yang membuka pori-pori dari struktur bebatuan yang membentuk pegunungan Papandayan ini. Bisa saya gambarkan bahwa luapan beberapa uap panas ini ada yang berbentuk lumpur seperti yang ada di Sidoarjo, Lumpur Lapindo.

Bau gas belerang pagi itu membuat saya terbatuk-batuk dan sedikit "menangis" karena kepedihan terkena asapnya. Beberapa peserta perempuan beristirahat di belakang saya, sehingga rombongan harus berhenti juga agar yang di belakang tidak tertinggal.

Perjalanan saat itu cukup melelahkan, bukan karena tracknya yang sulit, tetapi memang saat itu sinar mentari yang terik menambah percepatan dehidrasi pada tubuh. Saya sendiri memilih untuk tidak terlalu banyak minum sebab memang persediaan air minum saya saya letakkan di dalam carrier, sehingga agak ribet untuk mengambilnya, tetapi cukup meminta pada kawan yang lain yang membawa persediaan airnya dengan ditenteng dengan tangan mereka.

Sekitar jam 13.30 wib rombongan sampai di perkemahan yang letak geografisnya berada pada ketinggian 2.600 an meter di atas permukaan laut (mdpl). Seperti biasa, para ikhwan (rombongan yang berjenis kelamin laki-laki) bersama-sama mencari lahan yang pas untuk mendirikan tenda. Setelah ditemukan tempat yang dirasa pas dan nyaman, tenda pun segera didirikan. Saya membawa dua tenda dan kedua-duanya saya dirikan dibantu dua orang kawan lainnya.

Tenda sudah berdiri, kita pun bersiap-siap untuk bersegera menjalankan shalat Dzuhur di jama' qashar dengan Ashar masing-masing jadi 2 rakaat secara berjamaah. Usai shalat, para akhwat (rombongan perempuan) mulai menyiapkan makan siang, sebagian ada yang berupa nasi bungkus yang memang sengaja dibeli di warung yang ada di dekat parkiran, agar makanan kita bervariasi dan tidak membosankan.

Kegiatan siang hari itu hanya sekedar ramah tamah dengan alam sekitar kita. Rencananya sore nantinya kita akan survey lokasi penanaman yang menjadi acara pamungkas dari seluruh perjalanan ini. Sementara para panitia berdiskusi dan berdialog dengan salah satu warga yang memang sengaja diikutsertakan dalam acara ini, saya mengambil kesempatan itu dengan tidur siang di dalam tenda yang walaupun terasa cukup panas tetapi apa daya rasa itu tenggelam oleh kantuk yang tak tertahankan.


 


 

#Scene 7th

Tidur harus diakhiri, sebab saya dibangunkan oleh panitia untuk bersiap-siap berkeliling daerah yang pernah terbakar hebat setahun lalu di Papandayan ini, dan juga untuk mengenali bermacam-macam jenis tanaman yang sempat tumbuh kembali setelah peristiwa naas setahun lalu tersebut.

Selama acara berkeliling para peserta yang didampingi oleh Mang Ipin, salah seorang penduduk yang diikutsertakan dalam acara ini, sangat antusias mendengarkan penjelasan mengenai nama-nama dan manfaat dari beberapa tanaman yang kita temui selama berkeliling tersebut. Sebagian peserta ada yang sengaja mencatat hasil dari penjelasan Mang Ipin tersebut, sebab hasilnya nanti akan ada doorprize yang akan diberikan bila berhasil menjawab beberapa pertanyaan seputar hasil dari penjelasan Mang Ipin .

Ada sekitar satu jam setengahan saya beserta rombongan berkeliling dan memperoleh beberapa ilmu yang disampaikan oleh Mang Ipin mengenai vegetasi dan survival di Papandayan. Saat akan kembali ke perkemahan saya dan rombongan sempat mengambil gambar persis saat kita melintasi perkebunan eidelweis. Namun saat itu untungnya tak ada diantara kita yang iseng memetik sang bunga abadi tersebut. Biarlah mereka tumbuh dengan habitat asli mereka di tempat ini.

Saat tiba di tenda, ada beberapa anggota dari Nepala yang mengajak saya untuk mengunjungi Pondok Selada yang merupakan tempat tumbuh suburnya tanaman eidelweis. Saya pun turut serta ke Pondok Selada. Jarak dari perkemahan kita dengan Pondok Selada tidak terlalu jauh, bila ditempuh dengan jalan santai saja hanya memakan waktu setengah jam lebih. Di tempat ini pulalah saya dan yang lainnya selalu menyempatkan take a picture.

Malamnya, acara mayoritas berisi tentang sharing dan berbagi pengalaman, yang diutarakan oleh bapak Irawan selaku direktur atau pimpinan dari lembaga Ilalang ini. Sembari beliau bercerita tentang pengalaman-pengalamannya, saya dan beberapa orang laki-laki yang lain menjaga api unggun agar senantiasa menyala, sehungga dapat menghangatkan sekitar yang saat itu memang sangat dingin.

Saya tak bisa berlama-lama untuk terus terjaga, apalagi menjaga api unggun untuk tetap menyala. Sesaat setelah pak Irawan menyelesaikan ceritanya, saya pun bergegas kembali ke tenda karena sudah sangat mengantuk dan kedinginan di luar sana.


 

#Scene 8th

Pagi hari sekitar pukul 4, beberapa dari peserta ada yang melaksanakan qiyamulail (ibadah malam) dengan shalat tahajjud diteruskan dengan membaca almatsurat pagi. Saya sendiri hanya melakukannya di dalam tenda, karena tak tahan dengan udara yang saat itu amat dingin.

Saat menjelang sunrise (matahari terbit), seluruh peserta dan beberapa pendaki lain yang ada di sekitar kita berkerumun menanti dan mengabadikan momen tersebut, sebab prosesi sunrise yang kita saksikan dari ketinggian Papandayan ini benar-benar membuat takjub sekaligus perasaan bangga yang tinggi akan kesempatan yang kita dapati ini.

Setelah menyaksikan sunrise saya pun kembali ke tenda untuk beres-beres dan bersiap untuk olahraga pagi. Cukup dengan lari-lari kecil dan peregangan otot-otot yang kaku akibat dinginnya udara malam di Papandayan ini.

Sekitar pukul 8 pagi seluruh tenda, bawaan masing-masing peserta dan carrier telah rapi dan siap untuk diangkut kembali turun. Kali ini kita akan turun, setiap peserta yang menghasilkan sampah-sampah selama konsumsi atau kepentingan lain yang memang menghasilkan sampah, diminta kesadaraannya untuk dimusnahkan dengan jalan dibakar, hal ini dimaksudkan agar sampah-sampah yang notabene sulit terurai dapat dengan mudah terurai setelah menjadi abu.


#Scene 9th

Dalam perjalanan menuju ke bawah atau lahan parkiran, rombongan melewati jalur yang berbeda, bukan tanpa sebab, jalan yang pada saat keberangkatan dilewati, pada saat akan kita lewati ternyata sudah longsor, mungkin kejadiannya saat malam hari. Memang permukaan tanah di sepanjang jalur tracking pendakian sudah agak rapuh alias gampang longsor.

Para akhwat dipersilakan berjalan lebih dulu, tentunya dengan diiringi salah satu koordinator ikhwan agar tidak terjadi salah jalan atau hal yang tidak diinginkan lainnya. Perjalanan menuruni kawasan Papandayan memang lebih cepat dibandingkan pada saat menaikinya, hal tersebut berlaku pula bila kita menuruni gunung-gunung lainnya.

Alhamdulillah saya beserta peserta yang lain telah sampai di pelataran parkir, tempat awal kita tiba, singgah dan mendirikan tenda. Di pelataran parkir inilah saya dan peserta lainnya beristirahat dan membuka perbekalan-perbekalan sisa sejak dari atas. Sementara para panitia sibuk mengurusi acara selanjutnya, saya mencoba untuk relaksasi dan mengendurkan urat-urat yang tegang akibat perjalanan menuruni Papandayan.

Akhirnya panitia memutuskan untuk kembali melanjutkan berjalan kaki menuju lokasi penanaman tanaman, yakni di pedesaan tempat bermukim penduduk setempat, tepatnya kita akan singgah terlebih dahulu di kediaman mang Ipin.

Ternyata perjalanan menuju kediaman Mang Ipin pun tak kurang dari satu setengah jam berjalan kaki. Beberapa perkebunan milik penduduk setempat pun menjadi jalan utama rombongan, karena memang tak ada lagi jalan lain yang menuju kediaman mang Ipin.

Sesampainya di kediaman mang Ipin, rombongan dijamu dengan makan siang ala kadarnya, dan sangat bernuansa pedesaan. Selesai makan siang, satu persatu peserta bergantian berjamaah shalat Dzuhur yang dijama' dengan shalat Ashar.

Acara puncak pun dimulai tak lama setelah seluruh peserta mengerjakan shalat. Beberapa dari peserta ada yang sudah lebih dulu berangkat ke ladang yang akan dijadikan sebagai lahan penanaman. Setiap peserta membawa dua polybag berisi tanaman yang sudah dipersiapkan oleh mang Ipin. Beberapa jenis tanaman tersebut memang sengaja disiapkan jauh hari sebelum kedatangan kita, sehingga memang sudah terencana dan terpetakan dimana saja akan ditanam tanaman-tanaman tersebut.

Alhamdulillah seluruh rangkaian acara bertemakan Heal The Earth ini berakhir dengan diselesaikannya prosesi penanaman dan tak lama para peserta pun harus berpamitan kepada mang Ipin beserta beberapa penduduk sekitar yang turut membantu kelancaran berjalannya acara. Perjalanan kembali ke Cikarang menggunakan kendaraan umum bus ekonomi Garut-Jakarta. Peserta yang tinggal di Cikarang terpaksa harus turun di sisi jalan tol Cikarang, karena memang bus tidak keluar di Cikarang. Sementara saya dan beberapa peserta yang tinggal di Jakarta bisa ikut bus sampai Pasar Rebo. Saya turun di Pasar Rebo dan melanjutkan dengan naik angkot untuk jurusan Cimanggis.

Subhanallah ini akan menjadi salah satu kisah perjalanan amaliah pertama saya setelah beberapa kali mendaki gunung yang belum pernah bertajuk seperti acara Heal The Earth ini. Dan mudah-mudahan akan menjadi pemicu bagi kawan-kawan pendaki untuk mencanangkan prinsip dalam jiwa bahwa kita sebagai pencinta alam bukan hanya datang untuk menikmati alam tetapi juga untuk melindungi dan memelihara alam, sehingga anak cucu kita dapat merasakan kenikmatan alam seperti apa yang kita rasakan saat ini……….wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh….


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Lebih Lengkapnya...

Journal Tour Hiking Merbabu – Merapi


 

6/2/08        


 

Buru-buru……. Buru-buru….buru-buru……Gw jadi sumringahdisuruh cepet-cepet, karenaa bis GMS nya katanya seeh dah pengen mw jalan alias cabuut….

Yooii.. gw ambil carrier di pos satpam, en gw ternyata ga nyadar odol jatuh, plastic blanching jug ketinggalan, yang rencananya she kalow gw bawa tuh plastic bwt nampung pakaian kotor atawa bwt nampung apaan kek yang bias gw tampung…ehhh.. kaca mata serta handuk kecil gw juga ikutan ketinggalan di lab….


 

Parahnya bowww….kagak ada yang bawa tenda ……….

Sampai di pool gw kasih ongkos ojek 5000 perak, trua gw langsung aja ke Indomaret terdekat bwt beli odol…n coz gw dipanggil-pangil dari arah bis yang bakal gw tumpangin, jadinya gw cuman beli odol,buru-buru gw bayar n lari ke arah bis entuh…

Di pool ada istrinya mas Ari Ableh — Teh Tini —, Sidik — adiknya mas Trimul—,Mas Zuhry yang nganter istrinya pulang ke Solo,juga ,of course para penumpang jurusan Salatiga yang lain jooon.

OTW alias On The Way, bis berangkat sekitar pukul 16.30, n di sepanjang perjalanan,masih di sekitar Cikarang, muaceet…ceet…ceeet…menuju pintu ***tol(apa hayuuu)..@#$@%#^&&*()*^^


 


 

On The Bus


Gw n dua orang kawan gw ini ambil tempat duduk (seat) paling belakang, yang disamping pas 3 seat, juga asik bwt selonjoran, coz ada tempat tidurnya kernet yang paling belakang itu loch, asik gw bisa ngenet pake M3 sementara sopir sedang konsentrasi pada kemacetan di jalan menuju (masih loch…) tol cikarang @#$@#%^!&

Perkiraan gw perjalanan bakal menempuh waktu sekitar 10-12 jam lho.. the fact gw berangkat dari pool jam 16.30 sampai di terminal Salatiga jam 04.30 yaaaa… tepat juga 12 jam an..baguuus….alhamdulillah.


 


 

7/2/08


 

Turun di Terminal Salatiga, kita duduk –duduk dulu di pelataran emperan toko yang mungkin klow di siang hari bakal dipenuhin oleh para pedagang kaki lima. Ga lama ada tiga tukang ojek yang serta-merta menghampiri kita n menawarkan jasa untuk mengantarkan kita sampai di tujuan. Kita she bijaksana aja….matursuwun sanget pa' kita nda buru-buru koq kira-kira gi deh gw ngomong duluan…. n ditimpalin ma mas Ari dengan pertanyaan bahwa kita ini mw ke Wekas itu masih jauh apa ga, ternyata merekapun nda' ngerti.ya udah, setelah kompromi panjang kali lebar sama dengan luas….akhirnya kita minta siantar hanya dengan 2 motor hingga ke pasar sapi yang pas sampai situ gw nyari sapi-sapinya kagak ada sama sekalee, cuma kiasan kali yee…

Dari pasar sapi kita kasih tuh ongkos 2 motor 30.000 rupiah, en kita ga lupa nyari mushalla terdekat untuk menunaikan kewajiban shalat Shubuh. Selesai shalat, kita lanjutkan nyari kendaraan menuju Wekas. Ada sebuah minibus ¾ jurusan Salatiga-Magelang, kita tanya orang sekitar dan ternyata emang itu engkel bias ngebawa kita hingga Wekas. Ongkos untuk satu orangnya 5.000 perak sampai Wekas.

Sepanjang perjalanan bisa terlihat dengan jelas di sebelah Timur gunung Merbabu dengan gagahnya menyambut pagi diselimuti kabut di puncaknya, di sebelah Barat terlihat agak samar gunung Sumbing dan Sindoro.

Jam 07.00 pagi kita sampai di gapura Wekas, yang mana di gapura itu ada gambar orang yang sedang melakukan pendakian. Gapura tersebutmerupakan gerbang untuk melakukan pendakian ke Merbabu via jalur Wekas.


 


 


 


 


 

Di Wekas,seperti biasa, gw ambil foto dulu di bawah gapura selamat datang, seperti tampak pada insert foto di atas. Nambah semangat tuch…

Setelah foto-foto sejenak, kita beli beberapa makanan dan minuman sebelum meneruskan perjalanan ke basecamp.

Dengan berjalan kaki ±1 jam an, eh ada mobil pick up melintas dari belakang kita, tak kami sia-siakan tuh…langsung aja stop en minta tumpangan sampai basecamp. Ga tau ya klow ga ktemu mobil, padahal jarak yang harus kita tempuh sampai basecamp tuh ± 3 kilometer-an. He..he.. alhamdulillah bias irit tenaga bwt ntar naek gunungnya.

Sesampainya di basecamp,"Grandong"—temen kita yang dulunya pernah kerja di PT Mitratama juga— ternyata dah nunggu dari jam satu malam lho…lama ga ktemu..makin ireng aja tuh bocah, he..he..he..

Di basecamp gw ga lupa nge charge hape dulu, biar ga nge drop pas lagi muter mp3 di atas nanti, soalnya klow gw bilang bwt smsan kayaknya ga mungkin broow, no access to network, begitu tulisan di layar hape gw. Abis entuh gw B A B en gosok gigi juga dong…he…eh getoch….

Tepat pukul 10.00
wib nyok…nyok…nyok…maaaass… it's the start time for us to begin the adventure…..

Yup.. kita langsung cabut melalui jalur pendakian yang memang kalo dari Wekas sudah dibuat jalan setapaknya dengan bebatuan yang tersusun rapi di sepanjang jalur menuju pos 1.

Prediksi kita, waktu yang harus ditempuh untuk sampai Puncak Syarif sekitar 6-7 jam-an. Tapi ternyata kita tuh nyampe puncak Syarif hanya 6 jam. Btw berikut ini nee cerita sepanjang perjalanan….

No leechs(pacet,terj.) my feeling is free, yoi banget gw tu trauma klow liat atawa terkena pacet, abisnya dulu waktu gw naik gunung Gede, darah gw ngocor terus padahal tuh pacet dah gw lepasin dari perut gw.

Alhamdulillah siang itu hari cerah, hanya kabut yang silih berganti datang bersama terpaan angin sepoi-sepoi khas daerah pegunungan. Rumah penduduk terakhir yang kita temui berjarak ±300 meter dari basecamp. Kita jalan mengikuti jalan setapak yang sudah di"batu"kan, sudut kemiringan 'masih' standar, berkisar 60ยบ -an.

Ngobrol, makan permen, minum suplemen, itulah hal yang paling sering kita lakuin daripada mengeluh, lagipula pantangan tuh kalau lagi naik gunung mengeluh di tengah jalan…ya jelas aja, itu dapat mempengaruhi sugesti dari orang yang bersangkutan sehingga jadinya bener-bener seperti apa yang dia keluhkan. Gicu loch…

Sekitar 1 jam kita berjalan, tibalah kita di pos terakhirnya mata air kita temukan, pos 2, disinilah kita membuka bekal yang kita bawa, gw buka sardine kalengan sama mie instant, yang lain juga sama. Setelah makan ga lupa gw mengerjakan shalat Dzuhur di tempat ini. Di manapun kita berada itu tak terlepas dari kewjiban pokok kita sebagai muslim, shalat … shalat … shalat …

Setelah semuanya kita lakuin saat istirahat, perjalananpun harus terus dilajutkan. Track yang kita lalui berikutnya sudah mulai berupa bebatuan dan tanah-tanah yang tak beraturan alias cadas.

Kurang lebih jam 14.30 kita dah sampai di jembatan setan ―jalan terjal dan bebatuan yang kita tempuh sebelum mencapai jembatan setan ini membuat kondisi perut memprihatinkan alias laper terus brow, so persediaan makanan gw yang notabene cokelat semua, gw embat aja sekaligus― yang menurut pemantauan gw mah cantik abis jalurnya, padahal sebelumnya sempet kepikiran yang serem-serem gitu loch.

Di jembatan setan ini pula kita ga sia-sia in
take a photo barang satu-dua jepretan buat kenag-kenangan.


 

Puncak Syarif, disini neh yang ekstrim tanjakannya. Gw aja sampai ngerangkak biar ketahan angin yang niup begitu kencang ke arah kita.

…and here we are become the luckyguys arrive on the top of Merbabu. Puncak Syarif ini adalah puncak Merbabu yang pertama kita singgahi bila melewati jalur Wekas

Sujud syukur tak lupa gw lakuin di atas tanah puncak Syarif ini. Subhanallah walhamdulillah wa laaillahailallah Allahuakbar segala kesempurnaan Hanya Milik Allah SWT.

Ambil beberapa jepretan foto setelah itu kita putuskan untuk tidak berlama-lama di atas, sebab badai beserta angin kencang mulai menerpa ke arah kita.

Untuk rute menuruni Merbabu, kita memilih melalui jalur Selo. Disini pulalah kita harus berpisah dengan kawan kita yang sejak dari Wekas turut bersama kita, hanya dengan alasan bahwa motor vespanya ga bisa ditinggalin gitu aja di Wekas, padahal doi udah kita wanti-wanti supaya turut aja sama kita, tapi rasa cintanya sama tuh motor vespa lebih gede daripada sekedar bilang ngeri atawa takut turun balik sendirian.

Setelah pisah, rombongan kita yang cuma tinggal bertiga melanjutkan perjalanan untuk menuruni puncak Merbabu yan pertama ini. Kita melewati beberapa rintangan lho.. sebelum mencapai Kentheng Sanga, track yang kita hadapi berupa longsoran tebing yang tampaknya terabrasi karena hujan yang turun deras beberapa waktu yang lalu. Terpaksa harus menempuhnya dengan berpagangan ke tebing yang bebatuannya membentuk celah yang dapat digenggam tangan. Deg-degan juga seh, tapi this is my real stunt, so hadapi saja dengan tegar dan berpikir jernih.

Alhamdulillah sampai juga kita melintasi Puncak kedua, Kentheng Sanga, untuk dapat menuruni Puncak Merbabu. Memang ada puncak kedua yang selalu kita temui bila akan beranjak menuruni Puncak Merbabu yang pertama kota singgahi. Bila kita naik dari Wekas Puncak keduanya adalah Kentheng Sanga, bila dari Selo, Puncak keduanya adalah Syarif. Di Kenteng Sanga pun tak lupa kita sujud syukur kembali dan take a photo for a moments.

Perjalananpun kita teruskan menyusuri padang Sabana yang luas. Di tempat inilah kita banyak menjumpai pepohonan edelweis yang saat itu belum berbunga. Sayang, karena waktu sudah menjelang Maghrib, kondisi pencahayaanpun tak lagi terang, sehingga tak banyak yang gw lihat.

Track yang curam dan agak becek saat kita menuruni Merbabu membuat gw harus mengganti sendal yang gw pakai dengan sepatu tentara yang emang gw bawa tapi pengennya seh ga gw pakai, yah apa boleh buat demi ke-safety-an perjalanan gw.

Di tengah perjalanan, kita berpapasan dengan kawan-kawan dari IPB yang juga akan menuruni Merbabu. Mereka naik via Selo dan turun kembali ke Selo.

…………kurang lebih satu setengah jam dari saat kita berpapasan dan bareng anak-anak IPB itu, akhirnya kita sampai di basecamp Selo, yang notabene juga rumah penduduk. Pak Bari empunya basecamp tersebut.

Saat itu jam sepuluh malam, kita bersih-bersih, makan, shalat jama Maghrib dan Isya, lalu terlelap di dalam keheningan malam yang gelap dan dingin di kaki gunung Merbabu.


 

8/02/08


 

Pagi hari itu, gw bangun kesiangan, jam setengah enam gw langsung ambil air wudlu lalu shalat Shubuh dengan kondisi sambil menggigil hebat..weleh…weleh…ma'nyos tenan banyune.

Angin di luar basecamp berhembus layaknya ingin mengajak kita untuk segera merasakan kekuatan alam yang subhanallah tiada bandingannya.

Olahraga sebentar lalu melanjutkan nulis notebook ini, sehabis itu perut gw kayaknya dah bunyi pertanda minta sesuatu untuk dapat memuaskan rasa lapar yang gw dera ini. Yupp…alhamdulillah kawan-kawan gw dah ngerti, mereka sudah memesan nasi goreng yang dijual juga di basecamp ini.

Oke deh, smuanya telah gw lakuin, waktu di hape gw pun sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, hari Jum'at, en of course gw harus bersiap-siap menjalankan ibadah shalat Jum'at. Shalat Jum'at gw lakuin di masjid yang terletak ga jauh dari basecamp kita. Tapi lumayan pegel juga tuh kaki gw, yang emang seh baru gw ngerasain hebatnya nyut-nyutan ini pas bangun tadi pagi,yang ga laen hasil naik turun Merbabu kemarin.

Sehabis Jum'atan, gw jalan kembali ke basecamp bersama kawan baru yang ktemu pas di basecamp, mereka adalah Fikri dan satu lagi lupa gw namanya siapa,yang pasti tuh orang yang gw lupa namanya ga jadi sampai ke puncak en balik lagi turun karena pas naik mereka kehadang sama hujan lebat dan badai angin yang hebat, bagus juga tuh keputusan doi, daripada hanya karena nafsu yang sesaat trus mereka tinggal nama kan ga loetjoe,….setuju???

Sesampai di basecamp, kita beres-beres untuk turun ke bawah, karena dari basecamp ke bawah butuh waktu sekitar satu jam berjalan kaki, sehingga harus dari sekarang beres-beresnya. Satu hal lagi yang jadi agenda kita hari itu adalah melanjutkan ekspedisi mendaki gunung Merapi yang sayang bila dilewatkan karena merbabu merapi memang sangat berdekatan.

Saat berjalan menuju Selo, di tengah perjalanan gw ngobrol sama si Fikri yang notabene juga punya niatan untuk mendaki Merapi bersama kawannya, Bajay, sehingga akhirnya setelah gw konfirmasi sama dua kawan gw, mas Ari sama mas Trimul, mereka pun bergabung dengan kita untuk bersama-sama mendaki gunung Merapi.

Sejam kemudian, sampailah kita di Selo, yang mana ternyata di Selo pun kita langsung menjumpai kantor pos polisi setempat, kitapun segera melapor kembali bahwa kita telah selamat mendaki Merbabu dan untuk kita berlima, gw, mas Tri, mas Ari, Fikri dan Bajay ingin melanjutkan pendakian ke gunung Merapi.


 

Setelah melapor, kita berpisah disini dengan kawan-kawan dari IPB, soalnya mereka langsung pulang ke rumah kawan mereka yang tinggal di Magelang. Mereka pun turut mendoakan kita agar selamat di dalam pendakian berikutnya, yakni ke Merapi.


 


 

Pendakian Merapi


 

Perut kami berlima mesti diisi dahulu sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju basecamp Merapi. Setelah perut terisi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Saat kami sedang menunggu kendaraan, ternyata ada mobil angkutan sejenis carry Suzuki yang ngetem di depan kami, iseng-iseng gw nanya ke soppirnya apa bisa nganter kita hingga depan basecamp Merapi, lagipula kita pun belum tahu lokasi basecamp nya dimana. Spontan sang sopir menawari untuk mengantar kita dengan ongkos Rp 20.000,- terang aja gw kaget, murah amat neh, yo wis, kita mau diantar sampai tujuan.

Ternyata memang tidak begitu jauh, namun lumayanlah bila kita berjalan kaki, bisa satu jam lebih, weleh…weleh…

Sesampainya di Basecamp, kita langsung bongkar muatan kita sambil meregangkan otot-otot yang masih saja terasa tegang. Dari luar basecamp tampak jelas gunung Merbabu di sebelah Timur berdiri kokoh seolah-olah menatap gw dan berkata "kamu hanyalah manusia biasa yang mungkin bisa menaiki punggungku tapi kamu tidak dapat bersombong ria di atasku karena hanya Tuhankulah, Allah SWT, Yang Maha Perkasa Lagi Kuasa atasku, Yang Mampu Manciptaku begitupula kamu di Bumi ini, beritahulah kepada sekalian bangsamu uuntuk tidak merusak bahkan mengotori diriku juga kawan-kawanku yang bertengger di seluruh tempat di muka bumi ini!!!"

Waktu di hape gw sudah menunjukkan pukul 17.00 wib, itu tandanya sudah menjelang maghrib. Oleh karena itu, untuk menunggu Maghrib tiba kita bersih-bersih badan, untung di basecamp ini ada kamar mandi, sehingga gw bisa mandi en b..a..b……

Setelah mandi, gw beserta kawan-kawan yang lain ngobrol dengan empunya basecamp, kalo namanya, asli gw lupa habis doi cerita ga putus-putus, jadi ga sempet tanya soal namanya. Doi pernah jadi portir atau sejenis pemandu jalan gitu bagi para turis, baik lokal maupun internasional, yang sekedar ingin hiking ga sampai puncak Garuda, atau yang mau climbing sampai Puncak Garuda. Pengalamannya dalam menyertai para turis tersebut membuat dirinya mampu memperoleh penghasilan lebih, sehingga dapat membangun basecamp yang kita tempati ini, walau sederhana tetapi lumayan luas dan nyaman untuk disinggahi oleh para pendaki dari seantero nusantara, jangan salah broow, se n..u..s..a..n..t..a..r..a. Yup benar sekali doi bilang dari berbagai nusantara yang pernah singgah di basecamp ini lagian gimana ga percaya coba….klow gw lihat di seluruh dinding yang bercat putih, disitu terdapat banyak lukisan tangan alias coretan-coretan para pendaki yang pernah singgah di basecamp ini.

Maghrib tiba cerita pun diakhiri, waktu bagi kita untuk menjalankan shalat Maghrib berjamaah. Tak lama setelah shalat, ada pendaki yang datang, tampaknya pun baru akan mendaki. Setelah basa-basi dan kenalan, gw akhirnya tahu bahwa mereka bertiga berasal dari Yogyakarta, masih kuliah, dan belum pernah mendaki gunung Merapi, sehingga justru mereka pun akrab dengan kami karena sama-sama pemula untuk gunung Merapi ini.

Malam datang, udara semakin dingin dan kabut di luar basecamp terlihat sangat tebal. Kami urungkan niatan untuk mendaki di malam hari, mengingat kondisi di luar yang begitu digin dan mata gw dan yang lainnya sudah setengah watt. Yang terjadi adlah kami ngariung sambil ngedengerin celoteh kawan kita si Bajay yang seneng banget cerita mistis mengenai gunung-gunung yang pernah doi daki. Gw sih percaya ama hal-hal ghaib, tapi jadi ga percaya kalow si Bajay yang cerita…..yaaa denger aja dech…

Malam itu kita start tidur jam 23.00 wib, tidur gw nyenyak juga walaupun gw sempet rebutan sleeping bag sama mas Ari, habis punya doi dipake ama mas Trimul, sedangkan punya gw buat berdua.


 

09/02/08


Pagi hari kita bangun jam 04.00 wib. Bajay masakin mie goreng buat kita semua, sarapan dulu sebelum beranjak mendaki Merapi. Sementara itu gw sama mas Ari shalat Shubuh berjamaah. Kita semua sepakat untuk membawa hanya satu tas carrier yang berisi supply makanan ringan selama pendakian. Karena perkiraan kita pun waktu untuk mendaki Merapi ini lebih singkat dibandingkan mendaki Merbabu kemarin

Perjalanan pun dimulai pukul 06.00 wib, itu karena diantara kita ada yang mesti 'be a be' dulu. Sementara mereka lagi ngejalanin "ritual" itu, gw olahraga kecil-kecilan sambil relaksasi membuka otot-otot yang masih kaku akibat bangun tidur.

Anggota sudah komplit, kita pun kumpul dulu sejenak untuk berdoa kepada Allah untuk kemudahan pendakian kita hingga turun atau kembalinya nanti. Selesai berdoa langsung kita menuju jalan setapak hingga pintu masuk bertemakan "NEW SELO" yang merupakan gerbang bagi pendakian menuju puncak merapi

Di New Selo ini sudah banyak terdapat warung-warung pojok yang pada pagi ini memang masih tutup, tapi bila dilihat dari letak dan fungsinya, maka tak salah bahwa para wisatawan baik lokal maupun asing menjadi lebih nyaman bila terdapat persinggahan yang lumayan eksotik seperti yang hadir di New Selo ini. Dari sini bisa terlihat jelas gunung Merbabu, gunung Sindoro-Sumbing, dan Lawu yang agak samar menyatu dangan warna langit biru. Jadi teringat dengan tempat wisata Ketep yang ada di Muntilan, Magelang sana.

Selesai jeprat-jepret, kita fokus kembali pada pendakian yang akan kita lalui. Gw akuin, jalan di pagi buta bener-bener membuat urat syaraf gw muda kembali, udara segar yang berhembus di sekitar gw membuat gw terlupa dengan segala padatnya rutinitas di pabrik gw kerja di Cikarang sana tuh yang notabene full dengan kepadatan lalulintasnya, polusi dari berbagai pabrik yang juga turut menyumbangkan peran dalam menumpuknya gas berbahaya di sekitar Bumi (efek rumah kaca).

Track kali ini berupa jalan setapak yang sudah terbentuk akibat juga dipakai oleh penduduk sekitar yang kesehariannya adalah mencari kayu dan menanam tanaman seperti wortel, sawi, jagung dan lain-lain yang mampu tumbuh di dataran tinggi. Sesekali gw menolehkan pandangan ke arah gunung Merbabu yang tepat di belakang gw, masyaAllah! Gw sempet ga percaya gunung setinggi itu dan di puncaknya banyak kabut tebal ada segelintir manusianya, yakni kita-kita ini yang sedang berupaya membuktikan dengan tekad kuat Ke MahaSempurnaan Allah SWT yang telah menciptakan pegunungan yang berbaris-baris untuk dijadikan sarana tadabbur alam bagi manusia di muka bumi ini, Subhanallah…..

Di tengah perjalanan, kita berpapasan dengan turis asing asal Prancis yang akan menuruni Merapi, dan kita sempat foto bersama dengan mereka. Merreka antusias sekali menceritakan keindahan sepanjang jalur yang mereka lalui, namun mereka pun mengingatkan kepada kita supaya lebih hati-hati, sebab cuaca buruk yang terjadi di atas sana, mungkin itulah sebabnya mereka pun cerita hanya menempuh pendakian sanpai pasar Bubrah saja.

Sayang mereka ingin cepat-cepat turun karena ingin segera berkumpul dengan kawan-kawan mereka yang sudah terlebih dahulu sampai di bawah sana. Tapi percakapan gw sama mereka yang juga terbata-bata british nya gw akuin enak bangedd.

Gw masih asik berlenggang ria selama di perjalanan, sebab emang belum giliran gw untuk ngegendong
carrier yang emang harus digilir supaya pada ga kecapekan, karena emang cuma satu tas yang kita bawa. Perjalanan mulai terasa melelahkan saat memasuki jalur dimana kiri kanan batu-batu cadas dan permukaan yang kita pijak pun berupa kerikil-kerikil yang mudah longsor, udah gitu pas giliran gw pula gendong carrier yang padahal Cuma makanan ama mantel doanks isinya.

Gw pikir kalow gw en kawan-kawan pada makanin neh isinya mungkin akan lebih ringan bawaan gw, langsung aja gw minta ama yang laen untuk berhenti istirahat sambil makanan yang ada di tas carrier dikeluarin. Saat itu kita dah sampai di watu belah yang kalow gw perhatiin, emang batu-batunya dak berbelah semuanya, mungkin dulunya terbelah karena aktifitas geologi gunung merapi sendiri.

Perjalanan yang cukup panjang akhirnya terbayarkan saat kita sudah menuntaskan perjalanan melewati pasar Bubrah. Di sini banyak terdapat tanda in memoriam dari beberpa orang pendaki yang meninggal atau hilang di Merapi. Cuaca makin terasa tak bersahabat, angin kencang dan kabut tebal menyertai perjalanan kita untuk menuju Puncak Garuda. Di sinilah kita kembali berdoa untuk kesekian kalinya demi keselamatan kita di Merapi ini. Karena tebalnya kabut, maka kami berjalan sangat berdekatan supaya tidak ada yang salah orientasi arah.

Kini kita memasuki daerah tercuram dari Merapi, yakni punggungan Puncak, yang kita sendiripun belum tahu yang mana puncak Garudanya, disebabkan pandangan yang hanya kurang dari satu meter….

Dengan berbagai orientasi dan feeling yang alhamdulillah tepat, akhirnya sampailah kita di puncak Garuda……Syukur alhamdulillah ini yang ketiga bwt gw dapat mencapai Puncak gunung, karena walaupun pernah naik gunung tapi belum pernah sampai puncaknya (lagian selain merapi-merbabu, Cuma naik Gede Pangrango doankss itupun gagal ampe puncak,,kacian deh kamu!!!!)

Setelah asyik berfoto-foto kita langsung mencari jalan turun, sebab, masyaAllah! duiinginnya ma'nyus, bibir gw sampai-sampai mati rasa….

Jalan turun yang akan kita lalui ternyata agak berbeda 'sedikit' dari yang tadi kita naikin. Namun hal itu ga jadi masalah buat kita, kita tetap dapat dengan selamat turun sampai di basecamp.


 


 


 


 

Basecamp Merapi


 

Sesampainya kembali kita di basecamp mengumpulkan banyak rapelan, ga lain adalah rapelan makan dan minum, soalnya kita cuma makan biskuit sama cokelat selama di atas Merapi sana. Perjalanan pendakian ke Puncak Merapi kita telah tempuh selama empat jam lebih sedikit di menitnya, lalu turunnya lebih cepat, Cuma dua jam!!!!! Luar biasa, gw ngira jam di hape gw mati lho..tapi itulah kenyataannya.

Di basecamp aja masih jam tigaan sore, jadi banyak waktu untuk bersih-bersih lagi. Tepat jam empat, hujan lebat turun disertai angin yang bergemuruh kencang, gw sambil mandi di kamar mandi tuh…masyaAllah langsung gw menggigil hebat, tapi harus selesai neh mandinya, malu kalow nanti jadi banyak pendaki gw ga bisa buka-buka baju lagi soalnya.

Malam ini gw dan yang lain, mas Ari dan mas Tri harus memutuskan untuk tidur semalam lagi, akibat masih hujan lebat di luar sana. Tetapi kawa kita, Fikri dan Bajay memutuskan untuk langsung pulang ke Bandung ke rumahnya Fikri, alasannya si Fikri Minggu siang ada pertemuan sama kakak kelasnya membahas ujian doi. Kita seh ga bisa ngelarang mereka.

Akhirnya tidurlah kita untuk satu malam lagi di basecamp ini.


 

10/02/08


 

Pagi pun tiba. Saatnya kita bebenah diri buat menuju kembali ke Cikarang. Tak lupa kita ambil foto kenang-kenangan sama temen-temen kita yang dari Yogya.


 

Selesai foto-foto, kita pamitan dengan para pendaki lain yang memang belum mau pulang, mungkin ,asih penasaran dengan puncak merapi yang mereka belum capai akibat badai kemarin sore yang cukup besar.

Kita menuju terminal bis kota Boyolali terlebih dahulu, sebelum menuju Semarang untuk menumpangi bis ekonomi tujuan Jakarta.

Ongkos dari Selo ke Boyolali habis Rp 6.000 per orang, dari Selo naik pick up per orangnya Rp3.000,-. Sesampainya di terminal Boyolali, kita naik bis kota tujuan Semarang @Rp 9.000,-. Dari termial Semarang naik lagi bis ekonomi jurusan Semarang Jakarta @Rp 65.000,-. Tapi sayangnya sampai Cirebon kita dioper dengan bis ekonomi jurusan Merak, untungnya ga usah bayar lagi.

Kawan-kawan gw sih turun di Cikarang, tapi turunnya pas pinggir tol, kasiannya lagi kebablasan pula, tapi sampai juga seh. Kalau gw ikut sampai Uki, en dari Uki gw langsung naik angkot 06 jurusan Gandaria deh.saat itu waktu menunjukkan jam dua pagi booow.

Alhamdulillah akhirnya sampailah gw di rumah lagi dengan selamat jasmani dan rohani………..

Thanks to Allah swt. And also all my friends

Lebih Lengkapnya...

Journal Tour Hiking Merbabu – Merapi


 

6/2/08        


 

Buru-buru……. Buru-buru….buru-buru……Gw jadi sumringahdisuruh cepet-cepet, karenaa bis GMS nya katanya seeh dah pengen mw jalan alias cabuut….

Yooii.. gw ambil carrier di pos satpam, en gw ternyata ga nyadar odol jatuh, plastic blanching jug ketinggalan, yang rencananya she kalow gw bawa tuh plastic bwt nampung pakaian kotor atawa bwt nampung apaan kek yang bias gw tampung…ehhh.. kaca mata serta handuk kecil gw juga ikutan ketinggalan di lab….


 

Parahnya bowww….kagak ada yang bawa tenda ……….

Sampai di pool gw kasih ongkos ojek 5000 perak, trua gw langsung aja ke Indomaret terdekat bwt beli odol…n coz gw dipanggil-pangil dari arah bis yang bakal gw tumpangin, jadinya gw cuman beli odol,buru-buru gw bayar n lari ke arah bis entuh…

Di pool ada istrinya mas Ari Ableh — Teh Tini —, Sidik — adiknya mas Trimul—,Mas Zuhry yang nganter istrinya pulang ke Solo,juga ,of course para penumpang jurusan Salatiga yang lain jooon.

OTW alias On The Way, bis berangkat sekitar pukul 16.30, n di sepanjang perjalanan,masih di sekitar Cikarang, muaceet…ceet…ceeet…menuju pintu ***tol(apa hayuuu)..@#$@%#^&&*()*^^


 


 

On The Bus


Gw n dua orang kawan gw ini ambil tempat duduk (seat) paling belakang, yang disamping pas 3 seat, juga asik bwt selonjoran, coz ada tempat tidurnya kernet yang paling belakang itu loch, asik gw bisa ngenet pake M3 sementara sopir sedang konsentrasi pada kemacetan di jalan menuju (masih loch…) tol cikarang @#$@#%^!&

Perkiraan gw perjalanan bakal menempuh waktu sekitar 10-12 jam lho.. the fact gw berangkat dari pool jam 16.30 sampai di terminal Salatiga jam 04.30 yaaaa… tepat juga 12 jam an..baguuus….alhamdulillah.


 


 

7/2/08


 

Turun di Terminal Salatiga, kita duduk –duduk dulu di pelataran emperan toko yang mungkin klow di siang hari bakal dipenuhin oleh para pedagang kaki lima. Ga lama ada tiga tukang ojek yang serta-merta menghampiri kita n menawarkan jasa untuk mengantarkan kita sampai di tujuan. Kita she bijaksana aja….matursuwun sanget pa' kita nda buru-buru koq kira-kira gi deh gw ngomong duluan…. n ditimpalin ma mas Ari dengan pertanyaan bahwa kita ini mw ke Wekas itu masih jauh apa ga, ternyata merekapun nda' ngerti.ya udah, setelah kompromi panjang kali lebar sama dengan luas….akhirnya kita minta siantar hanya dengan 2 motor hingga ke pasar sapi yang pas sampai situ gw nyari sapi-sapinya kagak ada sama sekalee, cuma kiasan kali yee…

Dari pasar sapi kita kasih tuh ongkos 2 motor 30.000 rupiah, en kita ga lupa nyari mushalla terdekat untuk menunaikan kewajiban shalat Shubuh. Selesai shalat, kita lanjutkan nyari kendaraan menuju Wekas. Ada sebuah minibus ¾ jurusan Salatiga-Magelang, kita tanya orang sekitar dan ternyata emang itu engkel bias ngebawa kita hingga Wekas. Ongkos untuk satu orangnya 5.000 perak sampai Wekas.

Sepanjang perjalanan bisa terlihat dengan jelas di sebelah Timur gunung Merbabu dengan gagahnya menyambut pagi diselimuti kabut di puncaknya, di sebelah Barat terlihat agak samar gunung Sumbing dan Sindoro.

Jam 07.00 pagi kita sampai di gapura Wekas, yang mana di gapura itu ada gambar orang yang sedang melakukan pendakian. Gapura tersebutmerupakan gerbang untuk melakukan pendakian ke Merbabu via jalur Wekas.


 


 


 


 


 

Di Wekas,seperti biasa, gw ambil foto dulu di bawah gapura selamat datang, seperti tampak pada insert foto di atas. Nambah semangat tuch…

Setelah foto-foto sejenak, kita beli beberapa makanan dan minuman sebelum meneruskan perjalanan ke basecamp.

Dengan berjalan kaki ±1 jam an, eh ada mobil pick up melintas dari belakang kita, tak kami sia-siakan tuh…langsung aja stop en minta tumpangan sampai basecamp. Ga tau ya klow ga ktemu mobil, padahal jarak yang harus kita tempuh sampai basecamp tuh ± 3 kilometer-an. He..he.. alhamdulillah bias irit tenaga bwt ntar naek gunungnya.

Sesampainya di basecamp,"Grandong"—temen kita yang dulunya pernah kerja di PT Mitratama juga— ternyata dah nunggu dari jam satu malam lho…lama ga ktemu..makin ireng aja tuh bocah, he..he..he..

Di basecamp gw ga lupa nge charge hape dulu, biar ga nge drop pas lagi muter mp3 di atas nanti, soalnya klow gw bilang bwt smsan kayaknya ga mungkin broow, no access to network, begitu tulisan di layar hape gw. Abis entuh gw B A B en gosok gigi juga dong…he…eh getoch….

Tepat pukul 10.00
wib nyok…nyok…nyok…maaaass… it's the start time for us to begin the adventure…..

Yup.. kita langsung cabut melalui jalur pendakian yang memang kalo dari Wekas sudah dibuat jalan setapaknya dengan bebatuan yang tersusun rapi di sepanjang jalur menuju pos 1.

Prediksi kita, waktu yang harus ditempuh untuk sampai Puncak Syarif sekitar 6-7 jam-an. Tapi ternyata kita tuh nyampe puncak Syarif hanya 6 jam. Btw berikut ini nee cerita sepanjang perjalanan….

No leechs(pacet,terj.) my feeling is free, yoi banget gw tu trauma klow liat atawa terkena pacet, abisnya dulu waktu gw naik gunung Gede, darah gw ngocor terus padahal tuh pacet dah gw lepasin dari perut gw.

Alhamdulillah siang itu hari cerah, hanya kabut yang silih berganti datang bersama terpaan angin sepoi-sepoi khas daerah pegunungan. Rumah penduduk terakhir yang kita temui berjarak ±300 meter dari basecamp. Kita jalan mengikuti jalan setapak yang sudah di"batu"kan, sudut kemiringan 'masih' standar, berkisar 60ยบ -an.

Ngobrol, makan permen, minum suplemen, itulah hal yang paling sering kita lakuin daripada mengeluh, lagipula pantangan tuh kalau lagi naik gunung mengeluh di tengah jalan…ya jelas aja, itu dapat mempengaruhi sugesti dari orang yang bersangkutan sehingga jadinya bener-bener seperti apa yang dia keluhkan. Gicu loch…

Sekitar 1 jam kita berjalan, tibalah kita di pos terakhirnya mata air kita temukan, pos 2, disinilah kita membuka bekal yang kita bawa, gw buka sardine kalengan sama mie instant, yang lain juga sama. Setelah makan ga lupa gw mengerjakan shalat Dzuhur di tempat ini. Di manapun kita berada itu tak terlepas dari kewjiban pokok kita sebagai muslim, shalat … shalat … shalat …

Setelah semuanya kita lakuin saat istirahat, perjalananpun harus terus dilajutkan. Track yang kita lalui berikutnya sudah mulai berupa bebatuan dan tanah-tanah yang tak beraturan alias cadas.

Kurang lebih jam 14.30 kita dah sampai di jembatan setan ―jalan terjal dan bebatuan yang kita tempuh sebelum mencapai jembatan setan ini membuat kondisi perut memprihatinkan alias laper terus brow, so persediaan makanan gw yang notabene cokelat semua, gw embat aja sekaligus― yang menurut pemantauan gw mah cantik abis jalurnya, padahal sebelumnya sempet kepikiran yang serem-serem gitu loch.

Di jembatan setan ini pula kita ga sia-sia in
take a photo barang satu-dua jepretan buat kenag-kenangan.


 

Puncak Syarif, disini neh yang ekstrim tanjakannya. Gw aja sampai ngerangkak biar ketahan angin yang niup begitu kencang ke arah kita.

…and here we are become the luckyguys arrive on the top of Merbabu. Puncak Syarif ini adalah puncak Merbabu yang pertama kita singgahi bila melewati jalur Wekas

Sujud syukur tak lupa gw lakuin di atas tanah puncak Syarif ini. Subhanallah walhamdulillah wa laaillahailallah Allahuakbar segala kesempurnaan Hanya Milik Allah SWT.

Ambil beberapa jepretan foto setelah itu kita putuskan untuk tidak berlama-lama di atas, sebab badai beserta angin kencang mulai menerpa ke arah kita.

Untuk rute menuruni Merbabu, kita memilih melalui jalur Selo. Disini pulalah kita harus berpisah dengan kawan kita yang sejak dari Wekas turut bersama kita, hanya dengan alasan bahwa motor vespanya ga bisa ditinggalin gitu aja di Wekas, padahal doi udah kita wanti-wanti supaya turut aja sama kita, tapi rasa cintanya sama tuh motor vespa lebih gede daripada sekedar bilang ngeri atawa takut turun balik sendirian.

Setelah pisah, rombongan kita yang cuma tinggal bertiga melanjutkan perjalanan untuk menuruni puncak Merbabu yan pertama ini. Kita melewati beberapa rintangan lho.. sebelum mencapai Kentheng Sanga, track yang kita hadapi berupa longsoran tebing yang tampaknya terabrasi karena hujan yang turun deras beberapa waktu yang lalu. Terpaksa harus menempuhnya dengan berpagangan ke tebing yang bebatuannya membentuk celah yang dapat digenggam tangan. Deg-degan juga seh, tapi this is my real stunt, so hadapi saja dengan tegar dan berpikir jernih.

Alhamdulillah sampai juga kita melintasi Puncak kedua, Kentheng Sanga, untuk dapat menuruni Puncak Merbabu. Memang ada puncak kedua yang selalu kita temui bila akan beranjak menuruni Puncak Merbabu yang pertama kota singgahi. Bila kita naik dari Wekas Puncak keduanya adalah Kentheng Sanga, bila dari Selo, Puncak keduanya adalah Syarif. Di Kenteng Sanga pun tak lupa kita sujud syukur kembali dan take a photo for a moments.

Perjalananpun kita teruskan menyusuri padang Sabana yang luas. Di tempat inilah kita banyak menjumpai pepohonan edelweis yang saat itu belum berbunga. Sayang, karena waktu sudah menjelang Maghrib, kondisi pencahayaanpun tak lagi terang, sehingga tak banyak yang gw lihat.

Track yang curam dan agak becek saat kita menuruni Merbabu membuat gw harus mengganti sendal yang gw pakai dengan sepatu tentara yang emang gw bawa tapi pengennya seh ga gw pakai, yah apa boleh buat demi ke-safety-an perjalanan gw.

Di tengah perjalanan, kita berpapasan dengan kawan-kawan dari IPB yang juga akan menuruni Merbabu. Mereka naik via Selo dan turun kembali ke Selo.

…………kurang lebih satu setengah jam dari saat kita berpapasan dan bareng anak-anak IPB itu, akhirnya kita sampai di basecamp Selo, yang notabene juga rumah penduduk. Pak Bari empunya basecamp tersebut.

Saat itu jam sepuluh malam, kita bersih-bersih, makan, shalat jama Maghrib dan Isya, lalu terlelap di dalam keheningan malam yang gelap dan dingin di kaki gunung Merbabu.


 

8/02/08


 

Pagi hari itu, gw bangun kesiangan, jam setengah enam gw langsung ambil air wudlu lalu shalat Shubuh dengan kondisi sambil menggigil hebat..weleh…weleh…ma'nyos tenan banyune.

Angin di luar basecamp berhembus layaknya ingin mengajak kita untuk segera merasakan kekuatan alam yang subhanallah tiada bandingannya.

Olahraga sebentar lalu melanjutkan nulis notebook ini, sehabis itu perut gw kayaknya dah bunyi pertanda minta sesuatu untuk dapat memuaskan rasa lapar yang gw dera ini. Yupp…alhamdulillah kawan-kawan gw dah ngerti, mereka sudah memesan nasi goreng yang dijual juga di basecamp ini.

Oke deh, smuanya telah gw lakuin, waktu di hape gw pun sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi, hari Jum'at, en of course gw harus bersiap-siap menjalankan ibadah shalat Jum'at. Shalat Jum'at gw lakuin di masjid yang terletak ga jauh dari basecamp kita. Tapi lumayan pegel juga tuh kaki gw, yang emang seh baru gw ngerasain hebatnya nyut-nyutan ini pas bangun tadi pagi,yang ga laen hasil naik turun Merbabu kemarin.

Sehabis Jum'atan, gw jalan kembali ke basecamp bersama kawan baru yang ktemu pas di basecamp, mereka adalah Fikri dan satu lagi lupa gw namanya siapa,yang pasti tuh orang yang gw lupa namanya ga jadi sampai ke puncak en balik lagi turun karena pas naik mereka kehadang sama hujan lebat dan badai angin yang hebat, bagus juga tuh keputusan doi, daripada hanya karena nafsu yang sesaat trus mereka tinggal nama kan ga loetjoe,….setuju???

Sesampai di basecamp, kita beres-beres untuk turun ke bawah, karena dari basecamp ke bawah butuh waktu sekitar satu jam berjalan kaki, sehingga harus dari sekarang beres-beresnya. Satu hal lagi yang jadi agenda kita hari itu adalah melanjutkan ekspedisi mendaki gunung Merapi yang sayang bila dilewatkan karena merbabu merapi memang sangat berdekatan.

Saat berjalan menuju Selo, di tengah perjalanan gw ngobrol sama si Fikri yang notabene juga punya niatan untuk mendaki Merapi bersama kawannya, Bajay, sehingga akhirnya setelah gw konfirmasi sama dua kawan gw, mas Ari sama mas Trimul, mereka pun bergabung dengan kita untuk bersama-sama mendaki gunung Merapi.

Sejam kemudian, sampailah kita di Selo, yang mana ternyata di Selo pun kita langsung menjumpai kantor pos polisi setempat, kitapun segera melapor kembali bahwa kita telah selamat mendaki Merbabu dan untuk kita berlima, gw, mas Tri, mas Ari, Fikri dan Bajay ingin melanjutkan pendakian ke gunung Merapi.


 

Setelah melapor, kita berpisah disini dengan kawan-kawan dari IPB, soalnya mereka langsung pulang ke rumah kawan mereka yang tinggal di Magelang. Mereka pun turut mendoakan kita agar selamat di dalam pendakian berikutnya, yakni ke Merapi.


 


 

Pendakian Merapi


 

Perut kami berlima mesti diisi dahulu sebelum kembali melanjutkan perjalanan menuju basecamp Merapi. Setelah perut terisi, kami pun melanjutkan perjalanan menuju basecamp. Saat kami sedang menunggu kendaraan, ternyata ada mobil angkutan sejenis carry Suzuki yang ngetem di depan kami, iseng-iseng gw nanya ke soppirnya apa bisa nganter kita hingga depan basecamp Merapi, lagipula kita pun belum tahu lokasi basecamp nya dimana. Spontan sang sopir menawari untuk mengantar kita dengan ongkos Rp 20.000,- terang aja gw kaget, murah amat neh, yo wis, kita mau diantar sampai tujuan.

Ternyata memang tidak begitu jauh, namun lumayanlah bila kita berjalan kaki, bisa satu jam lebih, weleh…weleh…

Sesampainya di Basecamp, kita langsung bongkar muatan kita sambil meregangkan otot-otot yang masih saja terasa tegang. Dari luar basecamp tampak jelas gunung Merbabu di sebelah Timur berdiri kokoh seolah-olah menatap gw dan berkata "kamu hanyalah manusia biasa yang mungkin bisa menaiki punggungku tapi kamu tidak dapat bersombong ria di atasku karena hanya Tuhankulah, Allah SWT, Yang Maha Perkasa Lagi Kuasa atasku, Yang Mampu Manciptaku begitupula kamu di Bumi ini, beritahulah kepada sekalian bangsamu uuntuk tidak merusak bahkan mengotori diriku juga kawan-kawanku yang bertengger di seluruh tempat di muka bumi ini!!!"

Waktu di hape gw sudah menunjukkan pukul 17.00 wib, itu tandanya sudah menjelang maghrib. Oleh karena itu, untuk menunggu Maghrib tiba kita bersih-bersih badan, untung di basecamp ini ada kamar mandi, sehingga gw bisa mandi en b..a..b……

Setelah mandi, gw beserta kawan-kawan yang lain ngobrol dengan empunya basecamp, kalo namanya, asli gw lupa habis doi cerita ga putus-putus, jadi ga sempet tanya soal namanya. Doi pernah jadi portir atau sejenis pemandu jalan gitu bagi para turis, baik lokal maupun internasional, yang sekedar ingin hiking ga sampai puncak Garuda, atau yang mau climbing sampai Puncak Garuda. Pengalamannya dalam menyertai para turis tersebut membuat dirinya mampu memperoleh penghasilan lebih, sehingga dapat membangun basecamp yang kita tempati ini, walau sederhana tetapi lumayan luas dan nyaman untuk disinggahi oleh para pendaki dari seantero nusantara, jangan salah broow, se n..u..s..a..n..t..a..r..a. Yup benar sekali doi bilang dari berbagai nusantara yang pernah singgah di basecamp ini lagian gimana ga percaya coba….klow gw lihat di seluruh dinding yang bercat putih, disitu terdapat banyak lukisan tangan alias coretan-coretan para pendaki yang pernah singgah di basecamp ini.

Maghrib tiba cerita pun diakhiri, waktu bagi kita untuk menjalankan shalat Maghrib berjamaah. Tak lama setelah shalat, ada pendaki yang datang, tampaknya pun baru akan mendaki. Setelah basa-basi dan kenalan, gw akhirnya tahu bahwa mereka bertiga berasal dari Yogyakarta, masih kuliah, dan belum pernah mendaki gunung Merapi, sehingga justru mereka pun akrab dengan kami karena sama-sama pemula untuk gunung Merapi ini.

Malam datang, udara semakin dingin dan kabut di luar basecamp terlihat sangat tebal. Kami urungkan niatan untuk mendaki di malam hari, mengingat kondisi di luar yang begitu digin dan mata gw dan yang lainnya sudah setengah watt. Yang terjadi adlah kami ngariung sambil ngedengerin celoteh kawan kita si Bajay yang seneng banget cerita mistis mengenai gunung-gunung yang pernah doi daki. Gw sih percaya ama hal-hal ghaib, tapi jadi ga percaya kalow si Bajay yang cerita…..yaaa denger aja dech…

Malam itu kita start tidur jam 23.00 wib, tidur gw nyenyak juga walaupun gw sempet rebutan sleeping bag sama mas Ari, habis punya doi dipake ama mas Trimul, sedangkan punya gw buat berdua.


 

09/02/08


Pagi hari kita bangun jam 04.00 wib. Bajay masakin mie goreng buat kita semua, sarapan dulu sebelum beranjak mendaki Merapi. Sementara itu gw sama mas Ari shalat Shubuh berjamaah. Kita semua sepakat untuk membawa hanya satu tas carrier yang berisi supply makanan ringan selama pendakian. Karena perkiraan kita pun waktu untuk mendaki Merapi ini lebih singkat dibandingkan mendaki Merbabu kemarin

Perjalanan pun dimulai pukul 06.00 wib, itu karena diantara kita ada yang mesti 'be a be' dulu. Sementara mereka lagi ngejalanin "ritual" itu, gw olahraga kecil-kecilan sambil relaksasi membuka otot-otot yang masih kaku akibat bangun tidur.

Anggota sudah komplit, kita pun kumpul dulu sejenak untuk berdoa kepada Allah untuk kemudahan pendakian kita hingga turun atau kembalinya nanti. Selesai berdoa langsung kita menuju jalan setapak hingga pintu masuk bertemakan "NEW SELO" yang merupakan gerbang bagi pendakian menuju puncak merapi

Di New Selo ini sudah banyak terdapat warung-warung pojok yang pada pagi ini memang masih tutup, tapi bila dilihat dari letak dan fungsinya, maka tak salah bahwa para wisatawan baik lokal maupun asing menjadi lebih nyaman bila terdapat persinggahan yang lumayan eksotik seperti yang hadir di New Selo ini. Dari sini bisa terlihat jelas gunung Merbabu, gunung Sindoro-Sumbing, dan Lawu yang agak samar menyatu dangan warna langit biru. Jadi teringat dengan tempat wisata Ketep yang ada di Muntilan, Magelang sana.

Selesai jeprat-jepret, kita fokus kembali pada pendakian yang akan kita lalui. Gw akuin, jalan di pagi buta bener-bener membuat urat syaraf gw muda kembali, udara segar yang berhembus di sekitar gw membuat gw terlupa dengan segala padatnya rutinitas di pabrik gw kerja di Cikarang sana tuh yang notabene full dengan kepadatan lalulintasnya, polusi dari berbagai pabrik yang juga turut menyumbangkan peran dalam menumpuknya gas berbahaya di sekitar Bumi (efek rumah kaca).

Track kali ini berupa jalan setapak yang sudah terbentuk akibat juga dipakai oleh penduduk sekitar yang kesehariannya adalah mencari kayu dan menanam tanaman seperti wortel, sawi, jagung dan lain-lain yang mampu tumbuh di dataran tinggi. Sesekali gw menolehkan pandangan ke arah gunung Merbabu yang tepat di belakang gw, masyaAllah! Gw sempet ga percaya gunung setinggi itu dan di puncaknya banyak kabut tebal ada segelintir manusianya, yakni kita-kita ini yang sedang berupaya membuktikan dengan tekad kuat Ke MahaSempurnaan Allah SWT yang telah menciptakan pegunungan yang berbaris-baris untuk dijadikan sarana tadabbur alam bagi manusia di muka bumi ini, Subhanallah…..

Di tengah perjalanan, kita berpapasan dengan turis asing asal Prancis yang akan menuruni Merapi, dan kita sempat foto bersama dengan mereka. Merreka antusias sekali menceritakan keindahan sepanjang jalur yang mereka lalui, namun mereka pun mengingatkan kepada kita supaya lebih hati-hati, sebab cuaca buruk yang terjadi di atas sana, mungkin itulah sebabnya mereka pun cerita hanya menempuh pendakian sanpai pasar Bubrah saja.

Sayang mereka ingin cepat-cepat turun karena ingin segera berkumpul dengan kawan-kawan mereka yang sudah terlebih dahulu sampai di bawah sana. Tapi percakapan gw sama mereka yang juga terbata-bata british nya gw akuin enak bangedd.

Gw masih asik berlenggang ria selama di perjalanan, sebab emang belum giliran gw untuk ngegendong
carrier yang emang harus digilir supaya pada ga kecapekan, karena emang cuma satu tas yang kita bawa. Perjalanan mulai terasa melelahkan saat memasuki jalur dimana kiri kanan batu-batu cadas dan permukaan yang kita pijak pun berupa kerikil-kerikil yang mudah longsor, udah gitu pas giliran gw pula gendong carrier yang padahal Cuma makanan ama mantel doanks isinya.

Gw pikir kalow gw en kawan-kawan pada makanin neh isinya mungkin akan lebih ringan bawaan gw, langsung aja gw minta ama yang laen untuk berhenti istirahat sambil makanan yang ada di tas carrier dikeluarin. Saat itu kita dah sampai di watu belah yang kalow gw perhatiin, emang batu-batunya dak berbelah semuanya, mungkin dulunya terbelah karena aktifitas geologi gunung merapi sendiri.

Perjalanan yang cukup panjang akhirnya terbayarkan saat kita sudah menuntaskan perjalanan melewati pasar Bubrah. Di sini banyak terdapat tanda in memoriam dari beberpa orang pendaki yang meninggal atau hilang di Merapi. Cuaca makin terasa tak bersahabat, angin kencang dan kabut tebal menyertai perjalanan kita untuk menuju Puncak Garuda. Di sinilah kita kembali berdoa untuk kesekian kalinya demi keselamatan kita di Merapi ini. Karena tebalnya kabut, maka kami berjalan sangat berdekatan supaya tidak ada yang salah orientasi arah.

Kini kita memasuki daerah tercuram dari Merapi, yakni punggungan Puncak, yang kita sendiripun belum tahu yang mana puncak Garudanya, disebabkan pandangan yang hanya kurang dari satu meter….

Dengan berbagai orientasi dan feeling yang alhamdulillah tepat, akhirnya sampailah kita di puncak Garuda……Syukur alhamdulillah ini yang ketiga bwt gw dapat mencapai Puncak gunung, karena walaupun pernah naik gunung tapi belum pernah sampai puncaknya (lagian selain merapi-merbabu, Cuma naik Gede Pangrango doankss itupun gagal ampe puncak,,kacian deh kamu!!!!)

Setelah asyik berfoto-foto kita langsung mencari jalan turun, sebab, masyaAllah! duiinginnya ma'nyus, bibir gw sampai-sampai mati rasa….

Jalan turun yang akan kita lalui ternyata agak berbeda 'sedikit' dari yang tadi kita naikin. Namun hal itu ga jadi masalah buat kita, kita tetap dapat dengan selamat turun sampai di basecamp.


 


 


 


 

Basecamp Merapi


 

Sesampainya kembali kita di basecamp mengumpulkan banyak rapelan, ga lain adalah rapelan makan dan minum, soalnya kita cuma makan biskuit sama cokelat selama di atas Merapi sana. Perjalanan pendakian ke Puncak Merapi kita telah tempuh selama empat jam lebih sedikit di menitnya, lalu turunnya lebih cepat, Cuma dua jam!!!!! Luar biasa, gw ngira jam di hape gw mati lho..tapi itulah kenyataannya.

Di basecamp aja masih jam tigaan sore, jadi banyak waktu untuk bersih-bersih lagi. Tepat jam empat, hujan lebat turun disertai angin yang bergemuruh kencang, gw sambil mandi di kamar mandi tuh…masyaAllah langsung gw menggigil hebat, tapi harus selesai neh mandinya, malu kalow nanti jadi banyak pendaki gw ga bisa buka-buka baju lagi soalnya.

Malam ini gw dan yang lain, mas Ari dan mas Tri harus memutuskan untuk tidur semalam lagi, akibat masih hujan lebat di luar sana. Tetapi kawa kita, Fikri dan Bajay memutuskan untuk langsung pulang ke Bandung ke rumahnya Fikri, alasannya si Fikri Minggu siang ada pertemuan sama kakak kelasnya membahas ujian doi. Kita seh ga bisa ngelarang mereka.

Akhirnya tidurlah kita untuk satu malam lagi di basecamp ini.


 

10/02/08


 

Pagi pun tiba. Saatnya kita bebenah diri buat menuju kembali ke Cikarang. Tak lupa kita ambil foto kenang-kenangan sama temen-temen kita yang dari Yogya.


 

Selesai foto-foto, kita pamitan dengan para pendaki lain yang memang belum mau pulang, mungkin ,asih penasaran dengan puncak merapi yang mereka belum capai akibat badai kemarin sore yang cukup besar.

Kita menuju terminal bis kota Boyolali terlebih dahulu, sebelum menuju Semarang untuk menumpangi bis ekonomi tujuan Jakarta.

Ongkos dari Selo ke Boyolali habis Rp 6.000 per orang, dari Selo naik pick up per orangnya Rp3.000,-. Sesampainya di terminal Boyolali, kita naik bis kota tujuan Semarang @Rp 9.000,-. Dari termial Semarang naik lagi bis ekonomi jurusan Semarang Jakarta @Rp 65.000,-. Tapi sayangnya sampai Cirebon kita dioper dengan bis ekonomi jurusan Merak, untungnya ga usah bayar lagi.

Kawan-kawan gw sih turun di Cikarang, tapi turunnya pas pinggir tol, kasiannya lagi kebablasan pula, tapi sampai juga seh. Kalau gw ikut sampai Uki, en dari Uki gw langsung naik angkot 06 jurusan Gandaria deh.saat itu waktu menunjukkan jam dua pagi booow.

Alhamdulillah akhirnya sampailah gw di rumah lagi dengan selamat jasmani dan rohani………..

Thanks to Allah swt. And also all my friends

Lebih Lengkapnya...

Lebih Lengkapnya...

JOURNAL TOUR CIREMAI MOUNTAIN(3078 mdpl)


 


 

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh


 

Pada kesempatan kali ini, gw punya pengalaman lagi dalam pendakian gunung, en so pasti gw juga pingin berbagi same lo pade….gimana…

Sebelumnya perlu lo lo pade ketahui…pendakian kali ini adalah pendakian di luar rencana awal, yang notabene gw berencana nanjak Semeru, alhasil justeru gw nanjak Ciremai, memang agak kecewa, tetapi gw jadi sadar, bahwa segala rencana adalah hak manusia, namun ada Yang lebih berhak Menentukan, Allah SWT, Yang Maha Kuasa Atas Segala sesuatu..Dialah yang Menentukan bahwa akhirnya gw harus puas dengan tujuan nanjak ke Ciremai, toh dari beberapa info yang gw dapet tentang Semeru juga agak negatif, maksudnya untuk beberapa waktu di akhir tahun ini, Semeru ditutup untuk pendakiannya, disebabkan oleh adanya lahar dingin dan longsor dari arah puncak Mahameru, so gw harus merelakan kesempatan untuk tadabbur alam di Semeru. Dah gak sabar nehhh…langsung aza gw mw ceritakan jurnal perjalanan gw, en lo jg gw kasih info tambahan about ongkos-ongkos, saran jalur nanjak etc… so just read below….

<Tercatet tanggal 27 Desember 2008>

Libur panjang, itulah kata yang paling sering gw omongin sama orang-orang di deket kontrakan gw, kenapa? Ya karena emang gw lagi liburan dari tanggal 22 Desember 2008 sampai 5 Januari 2009, so karena sudah dapet acara buat ngisi tuh liburan, makanya pada tanggal 27 Desember ini gw jadiin awal perjalanan untuk mengisi liburan gw.

Awal rencana pergi ke Semeru memang sudah pupus, tapi banyak jalan menuju Roma, artinya banyak cara untuk mengatasi hal yang sudah tidak dapat dilanjutkan lagi, dan hal itupun sama pula nikmatnya…

Yupz..tak ada kata berhenti bergagas untuk sebuah hobby…yaa naik gunung sudah jadi hoby gw semenjak gw kerja di pabrik, so agenda nanjak sudah diplanning jauh-jauh jam (bukan hari, 'cause ieu teh agak dadakan teuing…moal balik meureun….kebanyakan makan singkong neeh..)

Yang pertama dan awal kali gw lakuin adalah check up ulang bawaan-bawaan gw di dalem carrier atawa keril, kalo ada yang ga kebawa alias ketinggalan khan repot atuh kang…

Pakaian dalam dan luar oke, celana dalem dan luar juga oke, sleeping bag oke, matras, tenda mah temen gw yang bawa, sepatu gunung, sandal gunung "boogie yang kucinta", gaiter "eiger yang kucinta", plastik ukuran jumbo dari pabrik juga ga lupa gw bawa buat lapisan carrier gw, mantel, ''''khan musim hujan brow…''',perlengkapan shalat, trus perlengkapan mandi, kompor lipat bahan bakar parafin en satu kaleng butane HiCook, botol kosong satu en 2 air mineral 1500 ml full oke, satu botol berisi air mineral 600 ml juga oke, ransum makanan: mie instant 5 bungkus, super bubur instant 3 bungkus, satu kaleng sarden, choki-choki 10 pak oke, permen 2 pak, sari jahe 1 pak, susu kental manis 3 sachet, roti tawar 1 pak, en obat-obatan luar dan dalem, buwat hal-hal yang tidak kita duga yang satu ini harus selalu disediakan brow, maklum, namanya medan hutan dan pegunungan terjal khan banyak sekali hal-hal yang tak terduga, alias riweuh alias hese pisan….

Oh iyaa… duit brooow jangan ampe ketinggalan juga tuh…alhasil semua perjalanan ini ujung-ujungnya perlu duit buwat ongkos, en tetek bengek laennya lah lo tau sendiri lah …..minimal banget sediain deh 200 rebu perak, tu paling minim loh, diluar jajanan yang enggak-enggak….he…he…he…maksudnya enggak murah loh…apa coba!

Pagi hari yang cerah…untuk jiwa yang sepi…ehh kok jadi nyanyiin lagu Peterpan seeh…gw panasin BlackJack alias motor
gw, trus pas dah panas gw nyarap roti isi kacang ijo…apaan sihh….yo gw langsung beranjak ke rumah kawan gw di bilangan SGC (Sentra Grosir Cikarang) desanya gw lupa dah…yang pasti rumahnya mah di belakang SGC …

Pas nyampe di rumahnya tuh sekitar jam 08.30 waktu di hape gw… tuh kayaknya mereka dah siap b g t…ya iyalah…wong gw dah ngomong kemaren tuh tungguin gw abis Shubuhan… tapi ternyata gw kesiangan bangun tidur (…chatting mulu seeeh looo…), jadi cooorry my pren…he..he..he..

Sebut saja mas Zaenal Arifin putera Bumiayu yang pastinya ga ayu loh…wong doi cowok, beserta bini..ups istri tercintanya, Teteh Ute yang asli Cikarang alias betawi asli broow.. mereka lah yang akan menjadi partner perjalanan gw menuju Kota Majalengka-Kuningan-Cirebon, tempat bertenggernya Gunung Ciremai tea….

Sambil menunggu mas Zaenal bersiap-siap beres-beres rumahnya, nitip kunci masukin motor, etc lah..gw olahraga kecil-kecilan , yaaa jalan kaki sambil lirik kiri-kanan, takut kesamber ojek brow…

Dah beres entuh semua…baru nentuin rute mana yang akan kita tujuy….. yup apuy… uy..uy…tuh jadi final destiny kita nyari angkutan. Sebagaimana diketahui brow..untuk menuju Gunung Ciremai tuh bisa kita lewat jalur Apuy, jalur Palutungan atau bisa juga lewat jalur Linggajati, yang pastinya masing-masing jalur tersebut punya karakter tersendiri, terutama untuk masalah angkutan.

Jalur Apuy, adalah jalur terenak untuk para pendaki yang pemula…ya iyalah…desa Apuynya aja udah ada di ketinggian 1.204 mdpl, so bagi para pemula tuh enakin banget, karena jarak menuju puncak bisa kepotong alias nambah deket, kalau dihitung dari jarak normalnya = 3078 – 1204 jadinya 1874 meteran lagi jarak ke puncak atau sekitar delapan jam-an waktu normal, kalow dalam km bisa jadi kurang lebih 9 km an……ngitungnya gimana? Hitung aja pakai phytagoras..et dah jadi ke matematika sie…lewatin ajah nyang entuh mah…

Desa Apuy terletak di kecamatan Argapura, kelurahan Maja, kabupaten Majalengka….untuk kali ini gw akan lebih fokus memaparkan pendakian klow lewat jalur Apuy eni. Desa Apuy untuk saat ini lebih mudah diakses, buktinya dari Cikarang tuh banyak kendaraan menuju ke Majalengka…eh bukan banyak, tapi ada lah yang langsung….

Dari terminal Cikarang (sekitar jam 10 pagi) kita naek bis antarkota PO WIDIA "Cikarang – Rajagaluh" ongkosnya @Rp 24.000 (nb: kadang-kadang kalo dikasih Rp 20 rebu juga mau seh,tergantung kernetnya),trus lo pade minta turun aja di perempatan Cigasong (waktu tempuh normal adalah 5-6 jam), eh inget juga, bis Widia ini tuh ada jam operasinya, pagi dari jam 9 an sampai jam 2an masih banyak di terminal Cikarang atau nyetop di jalan antara terminal Cikarang sampai pintu tol Cikarang Barat.

Di bis ini kita emang dapet langsung nyampe Majalengka kabupaten, tapi lo jangan ketiduran pas udah deket-deket Cigasongnya, gw sempet tertidur lelap dikarenakan kondisi jalan yang mulus en suhu yang adem ayem sepanjang perjalanan, tapi untungnya sohib Zaenal ngebangunin gw, bukan karena doi ga tidur…doi tuh tidur juga…masalahnya kita tuh dioper brooow, alias musti pindah bis…lah wong penumpangnya cuma ada lima orang, pastinya sang sopir punya politik yang caem…alias kagak mw rugi lah klow Cuma bawa sewa lima orang, sementara jarak tujuannya masih jauh, ada lah satu jam setengahan lagi….so dari posisi yang awalnya gw tuh duduk ma'nyos, berubah posisi jadi manteng berdiri…di deket pintu lagee…luar biasa…itung-itung pemanasan dech…

Satu jam setengah telah terlewati, dan akhirnya perempatan Cigasong tampak di pelupuk mata (sang sopir tentunya, coz klow mata gw kagak mungkin abis, sebab pandangan gw terhalang kernet dan beberapa penumpang laen yang di depan gw)….Cigasong …gasong…gasong….gasong…sang kernet tereak tereak supaya yang turun di Cigasong segera bersiap-siap untuk ambil posisi , loh tau sendiri klow kagak siap-siap bakalan ribet abis buat meloloskan diri dari kerumunan penumpang laen yang ada di depan kita.

Pas kita mau turun tiba-tiba hujan turun deras euy….alhamdulillah…sambutan yang sangat indah nan agung, so gw ga perlu cuci muka lagi, kan udah keguyur aer hujan tea. Dengan tergopoh-gopoh gw angkat carrier gw menuju tempat berteduh, en menunggu hujan agak reda. Pas agak reda, gw en friends langsung nyetop engkel/L300/colt diesel arah Maja, cari angkutan Cigasong – Maja, tarifnya klow dari Cigasong @Rp 3.000 , kasih uang pas lebih bagus.

Jaraknya ke Maja atau terminal Maja sekitar setengah jam kurang, untung sopirnya baek, kita dianter sampai ketemu angkutan pick up menuju Desa Apuy. Sesampai di pertigaan Desa Apuy dan terminal Maja, gw menunggu lagi, karena penumpang masih sedikit, baru ada tiga dari kelompok gw, en dua orang penduduk setempat yang baru pulang belanja kayaknya seh. Sembari menunggu, gw buang air kecil dulu, sementara mas Zaenal shalat Ashar di mushalla terdekat, gw seh udah dijamak pas shalat Dzuhur sebelumnya.

Tarif pick up sampai Desa Apuy adalah @Rp 5.000, ga perlu ditawar lagi, coz dah segitu dari sononya…he..he..he. waktu tempuh adalah sekitar satu jam hingga kita sampai Desa Apuy. Di pick up inilah rombongan gw bersua dengan delapan orang pendaki lain yang juga punya tujuan sama dan minat yang sama….ya iya lah, so pendek kata kita saling berkenalan. Mereka berasal dari kota Kembang, Bandung, deket lah , daripada Bekasi, iya gak… sebut saja nama mereka adalah: Viski,Iman,Tonkseng,Asu keempatnya adalah dari Bandung aseli en baru lulus taon ini dari kuliahnya, ada yang ITB ada yang gua jg lupa..he..he, trus ada om-om juga, maksudnya mereka tuh tergolong senior gw, lah wong dah tuwir, ya ada lah umur mereka rata-rata 40 taon ke atas, sebut saja om Iyus, om Ibeng, om Soni, en om perkutut (gw agak lupa nama aslinya, so karena doi seneng bgt ma burung, gw sebut aja lah begitu, sory ya om). Kita ngobrol santai sepanjang perjalanan di atas pick up menuju Apuy. Ada yang ejek-ejekan, ada yang ngajak ngobrol emak-emak barengan kita juga yang habis belanja di pasar, ada juga yang nahan pegel…yaa itu gw sendiri..ha..ha..haJ

Alhamdulillah…sampailah kita di Desa Apuy…tepat jam lima sore waktu di hape gw, terus gitu ga lupa anak-anak ngolek duit buat ongkos si sopir pick up brow, biar doi ikhlas en ridlo nganter kita, en juga ga punya pikiran negatif ma orang kota….cie ileh orang kota.. kayak asli kota aja luh. Dari sini nih..nihh lihat ga…ga lihat..ya udah..lagi gw juga lupa mw poto pas saat kita turun dari pick up…kita jangan lupa dong ama yang empunya wilayah…artinya kita ijin-ijin dulu lah..sambil ngelurusin dengkul…eh kaki.

Yupz…sebut saja Abah (nama aslinya Suljo, Abah Suljo), begitu om-om yang ketemu di pick up tadi manggil sang kakek yang notabene adalah kuncennya gunung Ciremai untuk jalur Apuy ini. Beliau merupakan sesepuh di Desa Apuy, dan disini juga para pendaki HARUS ijin en mendaftarkan para crewnya, kenapa gw kasih huruf kapital pada kata HARUS…soalnya banyak pendaki yang asal ndaki tanpa ijin atau registrasi di tempatnya abah ini brow. Beliau bertanggung jawab penuh atas keselamatan jiwa para pendaki Jalur Apuy ini, segala informasi tentang kondisi alam Ciremai boleh dikatakan dimiliki oleh beliau, percaya ga percaya, pernah ada kasus hilangnya pendaki di gunung Ciremai dikarenakan tidak ijin dulu dengan si Abah, so paling tidak bila kita ingin bertamu ke sebuah tempat, minimal kita ijin dulu dengan penduduk yang notabene tahu kondisi alam dari tempat yang bersangkutan, kan ada pepatah "di mana bumi dipijak disitu langit dijunjung" hormati orang lain bila kita ingin dihormati.

Tarif registrasi saat ini per orangnya Rp 6.500, ga mahal lah, itung-itung sedekah juga ama pemerintah …lhaaa?...ya paling ga lo sadarlah jaman sekarang gitu loh..apa-apa mesti pake duit..meski duit bukan apa-apa…lha? Lagi!!

Di kediaman abah inilah gw jadi tau sejarah en asal usul pendakian di Ciremai ini. Dari cerita aneh sampai aneh banget gw juga denger dari beliau…ga da yang ga aneh…la wong gw aja ga ngerti bgt apa yang diomongin beliau, pake basa sunda pedalaman jooon..ha..ha..ha.

Ba'da maghrib, yang pas Shalatnya tuh gw jama' ma Isya (rukhsah/keringanan apabila dalam perjalanan atau darurat), gw gabung lagi dengan anak-anak yang lain di rumah Abah, bukan apa-apa, udah disediain makanan ma minuman brow, ya gw seh selalu menghormati tuan rumah, makanya gw langsung embat tuh makanan, itung-itung ngisi perut ama nasi, supaya cacing ma organisme dalam bodi gw ga teriak-teriak..apa sehh???

Cuaca di luar sana masih menunjukkan hujan yang tidak kunjung berhenti, kalaupun berhenti, paling hanya rintik-rintik kecil dan disertai kilatan-kilatan Guntur…lho ada nama gw disebut-sebut…he..he..he numpang beken…bebek kentut kalii…hal ini menjadi dilema bagi sebagian temen dalam tim (sekarang gw bilang tim, sebab dari 11 orang ini, sepakat untuk nanjak bareng!!)salah satunya dari teteh Ute, istrinya mas Zaenal, itu lho, pas gw bilang mw nanjak besok pagi aja karena hujan belum reda, mw aja, eh pas dirembugin ama tim, bahwa mendingan nanjak malam ini, doi mao juga. Ya uwis, gw ikut ma suara terbanyak…malam hari tanggal 27 Desember 2008 tercatat sebagai langkah awal dalam sejarah gw nanjak gunung malem-malem. Siap Broooo…!!!!!ALLAHU AKBAR..ALLAHU AKBAR..ALLAHU AKBAR…!!!

Pukul delapan malem, all personnel bersiap-siap kembali merapikan bawaannya masing-masing, ada yang sibuk benerin senter, ada yang sibuk make jas hujan, en ada juga yang sibuk nyari-nyari charger engkol…itu gw lho…kenapa?karena senter gw mati total..asem banget..padahal di rumah masih nyala bro, untungnya gw bawa charger engkol itu tadi, soalnya ada flashlight nya, ga terang banget, tapi lumayanlah untuk penerangan malam hari di tengah hutan nanti.

Akhirnya jam sembilan kurang sepuluh menit, kita semua pamitan en mohon doa dari abah agar selama perjalanan tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan, sekaligus berdoa kepada Allah SWT yang Menguasai Malam dan Pagi hari, agar dimudahkan segala urusan kita dalam tujuan kita untuk tadabbur alam di gunung Ciremai ini.

Doa bersama dipimpin oleh mas Zaenal, yang diamini oleh seluruh tim.

Untuk posisi sih kayaknya gak tentu, wong bisa ngeliat kaki masing-masing aja dah Alhamdulillah…so perjalanan pun dimulai….

Desa Apuy – Pos 1( biasa dikenal dengan nama Blok Arban, berketinggian 1.614 mdpl―dari situs internet broo―)

Dari perbatasan rumah penduduk ini hingga pos 1, dapat ditempuh dalam waktu 2 jam berjalan kaki. Bro sekalian, perlu juga gw kasih info, untuk menuju pos 1 , di siang hari suka ada pick up yang mau dicarter untuk membawa para pendaki yang males jalan kaki, nah untuk yang pendaki sejati mah kagak usah deh nyarter yang kayak gini, kagak malu ama gw…ha.ha..ha. Track untuk mencapai pos 1 adalah track yang cukup lebar, mobil aja bisa lewatin nih jalan, so tim bisa berjalan dua atau tiga banjar, yang pasti gw anti banget jalan paling belakang, risih aja, bukannya takut loh, cuma iseng..ha.ha..ha. Di pos Blok Arban, akan lo temui mata air terakhir yang bentuknya menyerupai curug, tapi ga terlalu gede airnya, nah buat lo lo pade yang mau isi ulang atau bawa tambahan air buat di perjalanan yang masih panjang, silahkan ambil air disini.

Dah sampai di Pos 1, gw ma tim yang laen istirahat sejenak, kebanyakan pada bikin kopi, kebetulan gw lagi ga ngopi, so gw bkin aja susu jahe sendiri, plus ngisepin choki-choki…eh charger engkol gw lumayan juga tuh buat ngecas mp4 gw, nambah satu batang lah, lumayan, bisa denger musik di tengah hutan…eh belum hutan, masih kebun-kebun sayur en jurang-jurang…

Ada setengah jam kalee kita ngendon disini, maklum, hawa jalan malem tuh pinginnya bobok terus, en klo gw mah beser mulu,,alias pingin kencing mulu.

Pos 1 – Pos 2 (biasa dikenal dengan Pos Simpang Lima berketinggian 1.915 mdpl)

Naah, lepas istirahat di pos 1, gw en tim melanjutkan perjalanan menuju pos berikutnya. Dominasi hitam kelam malam hari nan gelap menguasai seluruh pandangan gw, so flashlight harus standby terus….yang gw inget en gw saksiin sendiri, gw tuh ada di urutan nomer tiga dari belakang,yang paling belakang tuh mas Zaenal atau si Imen dech, gw cuma inget cover carriernya mas Zaenal doang, yang ada tulisan REI nya, jelaslah gw tau, tuh kan emang cover punya gw, kita cuma tukeran, berhubung cover gw gede en bisa nutupin seluruh permukaan carrier doi yang overload, en cover doi gw pake deh, rebes dah.

Dengan langkah yang pelit, alias kayak pengantin Solo, eh pengantin sunatan juga bolehlah, tim berjalan menuju lebatnya hutan belantara kawasan Ciremai ini. Maklum, malem-malem mesti ngeliat jalan yang notabene tuh cuma setapak en gelap pula. Paling depan kayaknya seh om Sony atawa om Ibeng, ga pasti, en suer gw ga mw mastiin, apalagi manggil nama, konon katanya, baru katanya lhoo( kata si Abah lho),kalow lo manggil nama pas posisi lo di hutan gelap en ga liat muka,bakalan ada halusinasi atau penampakan kali ya, yang menyerupai orang yang kita panggil namanya entuh, mugkin tanpa disadari klow hal itu terjadi, yang manggil tadi bakalan percaya aja klow tuh yang nampak adalah bener-bener temennya, kemana aja doi jalan bakal diikutin atawa ngintil gitu deh.

Dalam perjalanan, gw melihat dari kejauhan, di gunung seberang, kayaknya Tampomas, tapi ga pastilah, banyak sekali kumpulan api yang tampaknya seperti orang-orang yang bawa obor, dan mungkin mereka sedang memperingati satu Muharram, yang padahal seh masih sehari lagi. Apa beda tanggalan ya itu orang...tauah elap...emang gelap seeh...

Satu jam berjalan, nyampe juga gw en tim di pos dua, alhamdulillah tanpa halangan yang berarti selain gelap doang en kesandung akar pohon yang melintang di tengah jalan.

Pos 2 – Pos 3 (pos 3 atau pos Tegal Wasawa, berketinggian 2.400m dpl)

Karena cukup lama pas istirahat di pos satu tadi, jadinya waktu cukup molor juga, yaaa ra po po lah, malem joon, waktu normal tuh dari pos satu nyampe pos dua tanpa istirahat adalah satu jam, tapi karena kondisi kita (kita?) yang cukup ngantuk-ngantukan (itu gw tuh), jadi dua jam nyampe pos dua, ditambah gaya jalan kita yang kayak puteri Solo, klop daaah.

Gw masih nyeritain yang di pos 2 nehh..karena ga banyak ceritanya alias banyak diemnya brow...di pos 2 ini tim memutuskan untuk beristirahat malam, alias molor, bobok, atau sare, ceuk urang sunda mah. So pada ngeluarin tendanya masing-masing. Klow gw , mas zaenal, en Teh Ute, diriin tenda yang kita bawa, itutuh, yang kapasitas tiga orang doang, untung pas adanya tigaan dari kita, tapi jangan salah, pernah tuh dimuatin tujuh orang, waktu pada ke Gunung Lawu, kagak tau deh gimana ceritanya tuh, gw kagak ikut seh. Sementara ada dua tenda lagi yang berdiri, satu yang dibawa ama om-om yang empatan, ama yang dibawa ama anak-anak Bandung yang empatan juga. Pendek cerita, tim pada molor lepp ga lama setelah tenda berdiri.

<Tercatet tanggal 28 Desember 2008>

.....pagi hari jam enam kurang dikit...gw terbangun dari tidur gw, pengen pipis brow, duingin tenan pagi itu, tapi alhamdulillah, malemnya gw tidur pules bgt. Selesai pipis gw ngeliat ada sodara-sodara lo yang pada lulumpatan...he..he..he...tul monkey.. alias nyemot..eh monyet. Mungkin mereka penasaran ngapain manusia ada di wilayah mereka kalee, dan untungnya tuh nyemot kagak iseng atawa gratil ama kita-kita. Ga lama langsung pada menghilang, sayang ga sempet kepoto ama gw.

Setelah selesai kebuang tuh hajat gw...(pipis).langsung gw ma partner dari Cikarang, Mas Zaenal en Teh Ute, bikin sarapan, super bubur instant yang gw bawa dari rumah langsung gw serahin ke yang mw masak, en pas udah mateng gw yang makan...lhaaa!dasarr!

Nyarap udah, trus beres-beres tenda. Semua barang bawaan kembali di-repackage,en sampah – sampah dikumpulin buat dibakar, tapi bakarnya juga ditungguin ampe apinya mati, bener-bener mati loh, bahaya klow ga mati...bisa kebakaran neeh hutan.

Tenda, carrier, en bakar sampah dah rebes, so saatnya gw en tim ngelanjutin perjalanan menuju pos tiga.

Dari referensi yang gw dapet, jarak tempuh normal dari pos dua sampai di pos tiga adalah kurang lebih satu jam perjalanan, namun pada faktanya, tim sampai di pos tiga tuh hampir satu jam setengahan, meleset dikitlah, maklum, kalo rombongan tuh pasti sukanya tunggu-tungguan, dah gitu banyak istirahatnya pula...

Ga ada yang istimewa di pos tiga, hanya berupa lahan datar yang cocok hanya untuk duduk-duduk, en sekedar ngariung ama tim gw. Suerr...untuk jalur Apuy ini, lo lo pade bakal ngerasa enjoy en nyantai abis, wong belom lama lo nanjak, pasti ketemu ama bonus atawa track yang landai kontur tanahnya. So cucok tenan buat para pemula. Coury, klow gw bukan pemula lagi, tapi pertengahan ...lhaaa iya toh...khan baru nyampe pos tiga..he..he..he

Di pos tiga lo kayaknya ga bisa buka tenda banyak, paling cuma satu doang yang bisa, sempit broww, mendingan lo lanjutin aja perjalanan lo, nanggung, pos empat tuh ga jauh lagi, ada keterangan di pohon-pohon sekitar lo, lo lihat aja sendiri, lihat gaa? He..he..he..makanya cobain naik ke Ciremai lewat Apuy...

Pos 3 – Pos 4 (atau biasa disebut Pos Tegal Jamuju, berketinggian 2.600 mdpl)

Tul khan... klow jaraknya cuma beda 200 meteran, atau sekitar 3 km an, makanya gw bilang tuh nanggung klow pingin gelar tenda di pos tiga. Pos 4 bisa ditempuh dalam waktu normal 50 menit, en tim bisa mencapainya dalam waktu 1 jam lebih sepuluh menit....weleh..weleh. disini neh aru bisa lah klo mau diriin tenda, yaa cukuplah untuk 5 – 6 tenda. Sekali lagi tim kita tak tergoda untuk diriin tenda lagi, ya iya lah, dah puas kok tidur semaleman di pos 2. Paling tidak di pos ini gw sempetin kencing dulu, en ngisepin choki-choki lagi, sembari menunggu personnel tim yang belum nyampe, alias tertinggal di belakang.

Pos 4 – Pos 5 (atau biasa disebut Pos Sanghiang Rangkah, berketinggian 2.800 mdpl)

Mungkin ada di antara lo lo pade yang pingin tahu, dari mana seh gw tau ketinggian neh pos...ya gampang aja, biasa di batang atawa dahan-dahan pohon gede di tiap pos yang gw lewatin tuh banyak keterangan yang tertulis ketinggian atau info arah puncak, dan sebagainya, entuh biasanya dibuat ama para pendaki yang mengatasnamakan organisasi pecinta alam, banyak lah namanya, yang gw lihat saat itu namanya Karpala, tau deh kepanjangannya apa, Karyawan Pecinta Alam kalee.

Pos 5 dapat ditempuh dalam waktu normal 1,5 jam dari pos 4. Naah, klow menuju pos 5 ini baru nyocok tuh ama kecepatan tim gw, mungkin anak-anak dah pada ga sabar ngeliat puncak. Atawa justeru pingin cepet-cepet buka tenda, yaa itu pikiran gw, pingin banget buka tenda en bobok lagi..kebo dasarr!(kereen boooo)

Seinget gw, ga ada pendaki laen yang gw temui saat naek dari pos satu ampe pos lima ini lho...kayaknya belum pada mau nanjak kali ya, mungkin pikir mereka nanggung, belum tahun baru euy, padahal dari gw sendiri, kita mah dah tahun baruan lho, yup tahun baru Islam. Jangan ampe ketuker kemeriahannya...dirayain plus jadi momentum perbaikan ke arah kebangkitan, yaa...kebangkitan berpikir yang Islami doonks...

Oke, dari pos lima kita segera beranjak cabut alias jalan lagi menuju pos enam.....


Pos 5 – Pos 6 (Pos Enam atau biasa dikenal dengan sebutan Goa Walet, berketinggian 2.950 mdpl)

Nah...back to story...alah-alah...maksudnya kembali ke lap...eh kembali ke cerita...Dari pos lima menuju pos enam atau Goa Walet, lo perlu waktu sekitar 45 menit sampai satu jam-an, tergantung fisik lo masing-masing dah. En ga lupa gw pengen kasih tau, dalam perjalanan menuju pos enam, kita bakal nemuin pertigaan ...ya tapi jangan dibayangin kaya pertigaan di jalan raya lho..ini mah maksudnya lo bakal ketemu jalur lain, yaitu jalur dari Palutungan. Persimpangan ini bisa ditemukan setelah perjalanan kurang lebih 30 menit dari pos lima, dengan ciri khasnya adalah ada sebuah batu besar, yang bentuknya mirip trapesium...tau gak ? apa trapesium itu? Baca lagi aja deh buku matematika lo yang waktu SD..he..he..he..ga penting ahh...

Medan yang kita tempuh sudah mulai terbuka, alias jarang vegetasi, en sudah memasuki kawasan hutan subalpine...he..he..he.. berat neh...maksudnya tuh hanya jenis..tumbuhan sejenis lumut dan kawan-kawan...

Semangat seolah tak surut-surut, ditambah hasrat pelor gw alias pengen banget molor lagi, so gw penasaran banget pengen liat yang namanya Goa Walet entuh. Eh tau ga'...ternyata justeru dari tim yang lain, gw ma mas Zaenal ga taunya tuh jauh juga ketinggal ama yang laen..hi..hi..hi, so tetep...gw nyantai ajah... cool en confidence..itu yang gw jaga... jangan sampai gw keburu nafsu atawa ambisius untuk cepet-cepetan, tetep slow but sure..

Eh di saat udah ktemu yang namanya Goa Walet itu, justeru gw hanya lihat tim gw sendiri yang dari Cikarang...yaa ada teh Ute doank yang menanti kakandanya..mas Zaenal, gw seh kayaknya kagak ditungguin...kalee...wait...wait..wait..yang laen? "mereka mau naik langsung ke Puncak tuh, kita mau ikut ga?cepet... ntar ditinggal lagih...kalow mau ke Puncak sekarang..besok pagi capek ah..apa mau ke Goa Walet duluan...ntar klo mereka langsung turun en ga ngecamp gimana...?"kira-kira gitu lah ungkapan dari teteh Ute yang kayak senapan mesin Kaliber AK – 47..do..do..dor..he..he..he..sory ya teh...abis belum dijawab dah ngejawab en nanya deui...ya binun...pastinya mah yang bingung yaaa suaminya tuhh..he..he..he..

Kenapa ada statement kayak gitu? Yaa karena dari kita bersebelas, hanya kita yang dari Cikarang yang tertinggal ga ikut langsung bawa carrier menuju Puncak, masalahnya seh sepele, gara-gara teteh Ute tuh ngomong ke delapan orang yang dari Bandung itu, klo doi mau nunggu gw ama mas Zaenal dulu, biar enakan gitu...pas banget doi punya keputusan, so langsung gw shutdown semangat bawa carrier ke Puncak, males banget gitu loh..berhubung Gowa Walet di depan mata, ya why not kita bangun tenda dulu lah..cuci-cuci muka dulu kek, atawa b.a.b. dulu kek...siape tuh?...sssst ehem..ehem..kebelet sehhh...jadi ya gimana gitu...biar plong gitulah...yupz

Mengenai Goa Walet, gw bisa deskripsiin bahwa tuh emang bener-bener berbentuk goa, lobangnya gede, gelap, en lembab di dalamnya, eh ada banyak tetesan air matanya lho..(baca: mata air), cuma tuh goa ga ada burung waletnya lagi kayak namanya. Ga tau pa udah ga ada apa emang ga ada, yang penting lo klow ngeliat nih goa bakalan teringat ma goanya Si Buta dari Goa Hantu..hii syerem dong..enggak juga seh..cuma angker... eh iseng...et dah...apa bae...(cikarang abisss)

Di kawasan Goa Walet, gw bisa ngeliat sendiri, lima tenda tuh bisa didiriin disini, walaupun mepet abis. Abis mepet-mepet seh..apaan seh..tenda pertama yang berdiri saat itu adalah tendanya kite bertiga enih, yang laen lagi pada asik di puncak sana. Sementara tenda-tenda yang laen belum ada, gw bebas berseluncur ria nyari tempat "nelor"..ha..ha..ha..

Pos 6 – Puncak Ciremai

Selesai beres-beresin tenda en bongkar carrier, gw bersiap-siap menyusul temen-temen yang delapanan itu di Puncak. Tadinya seh kita bertiga yang mau nyusul, eh ternyata cuma gw ama teh Ute doang...ups jangan pikir negatif dulu..itu karena mas Zaenalnya nanggung beres-beres tenda en dalemannya, katanya sih mau nyusul...ya udah gw seh fine-fine aza..asal bisa ngimbangin langkah gw...duileh mantap...sok cepet..padahal emang cepet layaw...

Dari Goa Walet nyampe Puncak tuh kagak ada setengah jam...paling 45 menit...lhaaaa! kok begete seh..ya iya, gw mesti nunggu-nungguan ama teteh Ute yang masih aja punya bahan obrolan, yang ngebuat gw tertahan langkah untuk cepet nyampai ke Puncak. Alhamdulillah...sampai juga gw di Puncak Ciremai ini...but...tunggu... gw sungguh terpana akan kawah Ciremai yang begitu luas diameternya..Subhanallah...betapa indahnya ...bersyukur cuaca saat gw di puncak tuh amat bersahabat, matahari en pemandangan gunung-gunung di sekeliling Ciremai kelihatan, walau agak pucat, karena silaunya cahaya matahari yang menyorot ke arah gw.

Dari jalur Apuy, ada tiga titik trianggulasi, klo gw nengok ke kiri tuh ada puncak trianggulasi pertama yang gw dapet dari internet, ada tiang yang berketinggian 2.866 mdpl, tanpa nama, trus ada lagi beberapa meter di depannya, dengan nama Sunan Cirebon berketinggian 3.073 mdpl yang tertinggi, en yang terakhir, klow gw nengok ke kanan, ada tiang pancang yang disebut sebagai Puncak Sunan Mataram yang berketinggian 3.056 mdpl. Puncak Sunan Mataram ini persis berada deket jalur turun ke Linggajati.

Bagi yang mau turun di Linggajati, ngecampnya ga direkomendasiin di Goa Walet, bisa diriin tenda di atasnya Goa Walet, ada lahan yang lumayan muat lah untuk tiga tenda, kalo banyak, ya di Goa Walet ajah. Dengan pertimbangan Goa Walet tuh lebih terlindung dari hembusan angin dari arah bawah atau dari arah Puncak. Aman, cuma turunnya agak curam, itu doang sih hambatannya.

Selesai foto-foto en ngemeng-ngemeng dikit, gw en teteh Ute langsung balik ke tenda, abis, nunggu Mas Zaenalnya nyusul ga dateng-dateng...

Acara di Camp................

Apa yaa...cuma shalat Maghrib en Isya...trus masak-masak buat makan..ya iyalah...pipis, ngobrol ama tetangga tenda, eh sory ketinggalan, selain dari tenda punya tim, ada tambahan lagi 2 tenda yang berdiri, itu mereka yang dari kampus Unpad Sumedang, deket IPDN...tau khan...?jumlah orangnya ada 6 orang kalo ga salah.

Dikarenakan langsung turun hujan sekitar jam delapan malem, semua orang yang ada, kembali ke tenda masing-masing, en kayaknya langsung lep alias molor....begitu juga gw...molor bro...

....Pergantian Tahun Baru 1 Muharram 1430 Hijriyah......all my reason..all my Feeling..all my struggle 'till this moment are so amazing and make me wanna be the best human in the New Year....Just Do It...built my personality with Islams Ideology and Mainstream..Allahu Akbar...............But Out of there.......our Brothers...our Sisters...are frightened by Allies that have depraved mission...Fight Islam...They are Jews Allies...Israel Laknatullah...MasyaAllah...I Just Been Sad by these..........I take a deep sorrow and pray for them our Moslemen and moslemat

<Tercatet tanggal 29 Desember 2008 / 1 Muharram 1430 H>

Malem yang dingin telah usai...berganti waktu..berganti jua tahun dalam kalender Islam, so pagi hari di tanggal 1 Muharram 1430, semangat gw kumpulin lagi, meski suer... males banget keluar tenda, bahkan buat pipis pun gw nunggu ampe agak berani gw keluar tenda.

Gebleek..pas gw maksain keluar tenda..otomatis dengkul gw agak keram broo, kayaknya emang beku abis neh...maklum aja..semalem gw lupa make sarung tangan ama kaos kaki, jadi deh kutukupret neh pergelangan tangan ama kaki jadi suseh bergerak.

Pagi-pagi banget gw ngeliat mas Zaenal dah rapi, tapi jelas kagak mandi dah ... en doi berlari-lari kecil di sekitar tenda, sesekali kayaknya doi juga naik turun ke atas Goa Walet, mungkin kagak jadi ke atas Puncak tuh doi, karena cuacanya gw rasa ga mendukung, kabut tebal banget pagi itu, yah bukan rejekinya doi kalee. Tapi biar ajah, yang penting kan punya cerita, iya gak?

Abis selesai lari-lari kecil, doi langsung gabung ama tim, buat bikin sarapan, en gw nyumbang mie gw semuanya, biar agak enteng pas turun entar...

Yup sarapan pagi alakadarnya dah jadi..en kita makan bareng-bareng...nikmat...

Usai entuh tenda, carrier, sampah-sampah dirapiin, sementara botol-botol kosong diisi ulang di dalem Goa Walet. Do dalemnya cukup banyak rembesan air dari atas atapnya yang lumayan buat tambahan perbekalan air untuk turun nanti. Awas, ngambilnya hati-hati, licin broo,namanya juga batu en berlumut pula.

Packing en tetek bengeknya dah rampung...so..saatnya tim berkumpul en foto bersama sebelum meninggalkan tempat. Dah gitu pun ga pake lama, tim segera menyatukan langkah untuk kembali menuruni sang Puncak Ciremai ini. Wuihh, ga terasa udah dua malem di lewatin disini,,en rasanya cuma satu, pingin lagi , InsyaAllah kita bersua kembali Goa Walet en Puncak Ciremai.

Bro...di mana – mana emang berlaku hukum bahwa jalan menuruni gunung itu lebih cepat ketimbang menaikinya, kebukti tuh, kali ini pun gw ma tim dapet turun dalam rentan waktu yang top abis, enam jam kurang. Meski kebanyakan istirahat en tungu-tunguan. Jalur Apuy cocok banget deh buat lo-lo yang beginner neh. Naek ma turunnya ringkes abiis. Air mata atawa mata air banyak, dengan catatan tidak di musim kemarau.

Sepanjang perjalanan turun, alhamdulillah ga begitu banyak hambatan, tanpa menafikan hambatan itu selalu saja ada, sekecil apapun, jangan pernah lo remehin kekuatan en kedahsyatan alam, so... jangan banyak buang energi hanya untuk ngomong-ngomong atau menyepelekan kondisi alam yangsemestinya hanya untuk disyukuri dan dilestarikan.

Gw catet juga, tim nyampe kembali ke kediaman Abah pada pukul 15.45 waktu di hape gw yang persentase batterainya tinggal 2%...he..he..he. Tak banyak yang dibicarakan di kediaman beliau, tim hanya berterima kasih atas segala dukungan dan doa dari beliau, sembari nyelonjorin kaki yang tepar abiiis ini.

Alhamdulillah gw bisa menambah satu lagi pengalaman menarik mendaki gunung Ciremai ini.

Berhubung kawan-kawan dari Bandung ada yang punya kepentingan lain di masing-masing area pribadinya di rumah masing-masing pula, kita pun memutuskan tidak berlama-lama di kediaman Abah. Maka usai foto kenangan, tim pun berpamitan pada Abah dan keluarga.


 


 


 


 

Lebih Lengkapnya...

Alamat Anda

IP